Cybersh Note

Fans Translasi Novel-Novel Asia

28 April, 2016

Overlord - Vol 7 - Chapter 4 Part 1

A Handful of Hope - Segelintir Harapan

Part 1


Overlord Light Novel Bahasa Indonesia
Serangan tersebut mirip dengan sebuah banjir dari bendungan yang rusak. Begitulah sengitnya serangan tersebut.

Musuh yang hanya gerombolan undead tingkat rendah. Mereka bukan musuh yang menakutkan bagi Foresight. Namun, apa yang hanya bisa disebut sebagai sebuah serangan gelombang manusia tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti.

Hekkeran mengusap keringat dari wajahnya setelah mengalahkan kelompok ke sepuluh dari lawan sejak dimulainya pertempuran, pasang ghast (hantu karang).

Meskipun dia ingin beristirahat, tidak ada waktu untuk itu. Dia meneguk sedikit air dari kantung di pinggangnya, dan memberi tanda mundur saat dia menenangkan nafasnya. Bagaimanapun juga, atau lebih tepatnya, seperti yang diduga, lawan tidak memiliki niat untuk memberi mereka waktu sedikitpun untuk beristirahat.

Sebuah kelompok yang terdiri dari tiga warrior skeleton, dengan skeleton berjubah seperti mage bercampur di dalamnya, melompat untuk menghalangi jalan mereka.

"Simpan 'mana' milikmu!"

"Aku tahu!"

"-Cukup, aku mengerti."

Di dalam situasi seperti ini dimana mereka bisa terkejut setiap saat, magic - yang bisa dengan mudah menangani situasi apapun - adalah sebuah kartu as yang tidak bisa mereka gunakan dengan begitu saja. Karena hal ini, mereka harus menghemat mana mereka sebanyak mungkin.


Meskipun begitu, beberapa kemampuan mereka dengan penggunaan yang terbatas perhari sudah habis. Ini adalah hasil karena dibanjiri dengan jumlah jebakan dan undead yang besar.

Ada skeleton archer yang berbaris di belakang jendela-jendela berjeruji, dan di luar jangkauan pedang. Sulit memberikan pukulan telak karena para skeleton tersebut tahan dengan serangan tusukan, namun Roberdyck mampu mengusir undead.

Dia juga mampu menghabisi undead yang terus-terusan melemparkan botol-botol ga beracun ke arah mereka.

Dia mengusir undead yang terbang dan 'peniru lantai' yang menempelkan korban mereka ke lantai dengan cairan tubuh.

Dan dia juga mengusir sebuah tim dari beberapa undead yang membuat berbagai macam status penyakit seperti plague(wabah), poison(racun) dan curse(kutukan).

Semua ini memberikan beban yang berat ke dalam penggunaan harian dari 'Turn Undead', menyisakan hanya beberapa sisa penggunaan. Sebaliknya, mereka berhasil menghemat kemampuan lain dan juga mana. Satu-satnya pertempuran yang sulit adalah dengan golem yang memiliki daging bercampur dengan sebuah batalion undead.

"Bahaya! Berbagai langkah kaki dari belakang!"

"Reaksi Undead! Ada enam!"

Bersamaan dengan peringatan dari Imina - diikuti langsung oleh Roberdyck - tekanan semakin tinggi. Alasan mengapa lima skeleton di depan mereka tidak menyerang adalah mungkin karena mereka sedang menunggu peluang untuk melakukan serangan kepungan.

Hekkeran mempertimbangkan gerakan mereka selanjutnya.

Beberapa opsi muncul di dalam pikirannya. Pertama, mereka bisa membuat serangan pendahuluan kepada lawan di depan mereka dan menjatuhkannya. Atau mereka bisa meluncurkan serangan tiba-tiba kepada lawan di depan mereka, lalu berputar menyerang yang mengejar. Rencana ini membutuhkan skill pengamatan yagn baik untuk memutuskan tenaga dari pasukan yang ada di depan dan belakang mereka, lalu menghadapi kelompok yang lebih lemah dahulu. Mereka juga bisa menggunakan magic untuk menghalangi salah satu sisi, lalu mengambil peluang untuk menembus yang lainnya.

Semua rencana itu efektif, namun tak ada yang bisa membalik situasi. Di saat berinspirasi, Hekkeran memutuskan untuk mempercayai instingnya.

"Hekkeran! Apa yang harus kita lakukan?"

"Berputar! Ada sebuah jalan ke samping! Mundur ke sana!"

Saat suara Hekkeran terdengar, Imina, yang menjadi penjaga barisan belakang, berlari. Arche dan Roberdyck mengikutinya. Hekkeran satu langkah di belakang mereka.

Fakta bahwa Imina sedang berlari artinya itu bukanlah jarak yang mustahil. Tidak ingin tertinggal jauh di belakang rekan-rekan setimnya, Hekkeran berlari secepat mungkin. Lawan tidak akan membiarkan mereka kabur dengan mudah, tentu saja; langkah kaki dari beberapa undead bisa terdengar mengikuti mereka tanpa lelah.

"Rasakan ini!"

Hekkeran mengambil satu kantung tas kimina dan melemparkannya ke belakang.

Cairan kimia itu berhamburan dan menyebar ke lantai.

Hasilnya langsung bisa dilihat dan langkah-langkah kaki itu berhenti tiba-tiba.

Undead yang memiliki kecerdasan mungkin membuat jalan memutar, namun pemikiran semacam itu tidak mungkin bagi undead yang lebih rendah. Terlebih lagi, para skeleton tidak memiliki otot-otot, dan oleh karena itu membuat mereka sangat sulit untuk melepaskan diri ketika terperangkap.

"Lebih banyak lagi reaksi undead! Empat dari kanan!"

"Itu adalah sebuah dinding!"

"Tidak, itu adalah sebuah ilusi!"

Empat ghoul mengerang saat mereak menyerang menembus dinding. Meskipun mereka adalah undead kurus kering yang tidak memiliki apapun kecuali kulit dan tulang, mereka masih merupakan pemandangan menakutkan ketika menyerang dengan cakar-cakar menguning mereka yang panjang. Meskipun begitu, tak ada seorangpun di tim ini yang ketakutan dengan serangan semacam itu.

"Jangan menganggapku remeh!"

Terlihat seperti tidak terpengaruh dengan kepungan, Imina langsung menghunuskan pedang pendeknya dan mengayunkan pedang itu ke arah leher ghoul. Cairan yang terlihat kotor mengalir keluar darinya sebagai ganti darah, dan akhirnya roboh. Di samping Imina, Roberdyck mengayunkan senjata mace miliknya dengan seluruh tenaga dan menghancurkan tengkorak dari ghoul.

Setelah dinilai aman meninggalkan mereka berdua sendirian, Hekkeran mengalihkan perhatiannya ke arah belakang. Mereka masih sedang dikejar. Apakah dia harus melemparkan satu kantung lem lagi untuk jaga-jaga?

Saat Hekkeran akan melemparkannya, bentuk dari undead yang mengerikan muncul di dalam penglihatannya.

"Elder Lich!"

Di waktu yang sama, dia menyadari retakan petir di tangan lich tersebut. Hekkeran sangat familiar dengan mantra tersebut.

'Lightning Strike' menghasilkan sebuah garis lurus dari petir yang menusuk, dan hanya ada satu cara untuk menghindarinya.

"-Dorong ghoul-ghoul itu ke belakang!"

Baik Imina maupun Roberdyck tak ada yang mengerti mengapa Hekkeran memberikan perintah ini, namun mereka mematuhinya tanpa ragu.

Sebuah petir putih berkelebat di lorong saat mereka berempat mendorong ghoul-ghoul menembus dinding ilusi.

Saat udara bergetar dengan suara-suara retakan, Hekkeran merasakan sebuah lingkarang magic menjadi aktif di bawah kakinya. Sesaat selanjutnya, mereka dilingkupi oleh cahaya biru pucat yang tidak bisa mereka hindari, lalu pemandangan di depan mereka berubah.

"Hati-hatilah! Tetap waspada!...?"

Meskipun ghoul-ghoul tersebut sudah hilang dan keadaan sekeliling telah berubah, mereka masih berada di tepi pertempuran. Meskipun begitu, setelah kejadian yang tak terduga seperti demikian, bukan hal yang mengejutkan jika mereka menjadi terperangah untuk beberapa saat.

Hekkeran menggoyangkan kepalanya, agar bisa fokus kembali. Hal dasar yang harus dia lakukan - meskipun mempelajari situasi mereka saat ini juga penting - adalah untuk memastikan keamanan dari rekan-rekannya.

Imina, Arche dan Roberdyck.

Seluruh anggota lain dari 'Foresight' telah mempertahankan formasi mereka saat lingkaran magic menjadi aktif, dan tak ada yang hilang.

Setelah saling memastikan keselamatan masing-masing, mereka berempat melanjutkan pengamatan terhadap keadaan sekeliling.

Tempat ini adalah koridor yang luas, agar remang-remang dan memiliki atap yang tinggi. Bahkan raksasa pun bisa berjalan dengan bebas disini. Api yang berkedip-kedip pada obor di kejauhan memberikan penerangan yang berubah-ubah dan di dala cahaya mereka, bayangan-bayangan panjangpun terlihat seakan menari. Di depan mereka ada semacam gerbang jeruji yang membayangi, dan dari celah kotak di permukaannya, sinar putih, cahaya magic bersinar tembus. Di belakang mereka, jalanan memanjang ke dalam kegelapan, dan di sepanjang jalan, beberapa pintu yang terbuka membuat koridor di dalamnya terlihat, diterangi oleh obor-obor.

Kelihatannya mereka secara langsung tidak dalam kondisi bahaya. Setelah mereka menyadari ini, ketegangan pada diri mereka mereda.

"Meskipun aku tidak tahu dimana tempat ini, kelihatannya memiliki suasana yang sangat berbeda dari apa yang pernah kita lihat sebelumnya hingga sekarang."

Gaya dari tempat ini benar-benar berbeda dengan makam yang baru saja mereka tinggalkan. Kenyataannya, tanda-tanda peradaban bisa terlihat disini. Para anggota 'Foresight' mensurvey keadaan sekitar mereka, dan sambil mencoba memahami dimana tempat ini, hanya sikap Arche yang berbeda dari yang lainnya.

"-Tempat ini adalah..."

Mengamati dengan tajam arti dibalik ucapannya, Hekkeran bertanya kepada Arche:

"Apakah kamu tahu? Atau mungkin kamu memiliki petunjuk?"

"-Aku tahu tempat yang mirip. Grand Arena di Empire."

"Ah... memang, kamu benar."

Roberdyck mendengus setuju. Meskipun Hekkeran dan Imina tidak berkata apapun, mereka juga memiliki pendapat yang sama dengan Roberdyck.

Ketika 'Foresight' membuat debut mereka di arena, ada sebuah tempat yang mirip dengan ini ketika mereka berjalan dari ruang tunggu ke arah arena.

"Kalau begitu di belakang sana seharusnya adalah arena."

Roberdyck menunjuk ke arah gerbang berjeruji.

"Seharusnya memang begitu... kalau begitu di teleportasi ke tempat ini artinya... apakah ini memang maksudnya itu?"

"Berikan kami sebauh pertarungan untuk ditonton" mungkin adalah maksudnya disini. Meskipun, merka tidak tahu siapa atau apa yang akan menunggu mereka.

"-Ini bahaya. teleportasi jarak jauh kalau tidak salah adalah magic tingkat 5. Mampu menggunakan magic semacam itu sebagai jebakan hanya perna di dengar dalam cerita-cerita. Tempat ini pasti dibangun oleh seseorang dengan kemampuan dalam magic yang tidak bisa dibayangkan. Ini tidak menguntungkan bagi kita menerima undangan lawan. Aku sarankan kita menuju arah yang berlawanan."

"Tapi jika kita menerima undangan lawan, bukankah nantinya mungkin akan ada jalan untuk selamat? Menolak undangan tersebut hanya membuat marah pihak lain?"

"Dua sisi itu memang sangat berbahaya. Rob, bagaimana pendapatmu?"

"Ada alasan untuk masing-masing argumen. Namun aku ragu dengan apa yang dikatakan oleh Arche-san. Apakah ini benar-benar jebakan yang dipasang oleh seseorang yang saat ini ada di sini? Jangan-jangan mereka hanya menggunakan sesuatu yang diciptakan oleh pihak ketiga yang tidak diketahui?"

Mereka saling melihat satu sama lain dan menghela nafas bersamaan. Tidak ada gunanya tetap ada disini dan mendiskusikan masalah ini lebih jauh. Mereka tidak memiliki informasi yang cukup dan pendapat mereka tidak sama, namun mereka harus membuat keputusan sekarang.

"Apa yang dikatakan oleh Rob memang masuk akal. Siapa yang tahu, mungkin itu dibuat lima ratus tahun yang lalu."

"Ah, pada msa lalu memang ada banyak teknik magic yang lebih maju."

"Apakah yang kamu maksud adalah makhluk yang mendominasi benua dan yang negaranya langsung hampir hancur, yang mana hingga hari ini hanya tertinggal ibukotanya saja."

"-The Eight Greed Kings (Delapan Raja Tamak). Mereka dianggap sebagai yang menyebarkan keberadaan magic lebih jauh ke penjuru dunia ini. Jika ini adalah sisa-sisa dari era tersebut, maka mungkin saja..."

"..Ternyata begitu. Kalau begitu aku lebih memilih untuk menuju ke arena tersebut. Bagaimanapun, karena kita dibawa kemari oleh sebuah jebakan, mereka tidak akan membiarkan kita kabur."

Merespon statemen Roberdyck, semuanya mengangguk saat mereka menguatkan diri, dan mulai bergerak.



Ketika mereka semakin mendekat ke arah gerbang berjeruji, gerbang tersebut naik ke atas dengan kecepatan yang hebat, seakan sudah menunggu mereka selama ini. Hal pertama yang mereka lihat saat masuk ke arena adalah barisan demi barisan bangku penonton yang mengelilingi arena.

Arena tersebut memiliki kesan yang tidak kalah dengan yang ada di Empire. Kenyataannya, bahkan mungkin lebih hebat, karena arena ini dipenuhi dengan lentera-lentera hasil dari mantra 'Continual Light', yang menyinari lantai seterang saat siang hari.

Semua yang ada di 'Foresight' tercengang, terutama ketika mereka melihat sekilas ke arah penonton di atas mereka.

Karena yang duduk disana adalah figur-figur tanah liat dengan jumlah yang tak terhitung, boneka-boneka yang dikenal sebagai golem.

Golem bukanlah makhluk hidup yang diciptakan melalui cara magic, melaksanakan perintah tuannya dengan patuh ketika mereka menerima perintahnya. Tanpa butuh makan atau tidur, dan tak pernah menderita karena kelelahan atau bahkan kerusakan karena waktu, mereka dihargai sebagai penjaga dan pekerja. Terlebih lagi, kareka memproduksi mereka memakan waktu, usaha dan biaya yang besar, bahkan yang paling lemahpun bisa menghabiskan jumlah koin emas sangat banyak.

Bahkan Hekkeran serta yang lainnya, yang memiliki pendapatan yang baik, kesulitan dalam membeli golem.

Mereka adalah ciptaan yang berharga, dan arena ini kelihatannya dipenuhi oleh mereka.

Bagi Hekkeran, itu menandakan seberapa kaya orang yang memiliki arena ini, dan juga seberapa besar kesepian yang dia rasakan.

Seakan mereka sudah datang kemari beberapa kali sebelumnya, mereka memandang wajah satu sama lain sebelum berjalan ke tengah arena tanpa bicara.

"Luar ruangan?"

Bereaksi terhadap suara Imina, yang hanya bisa mereka lihat di langit adalah kegelapan. Karena cahaya dari sekitar terlalu kuat, melebihi cerahnya cahaya dari bintang-bintang, meskipun begitu, tidak diragukan lagi jika yang ada di atas arena adalah langit malam terbuka yang sangat luas.

Merespon suara Imina, mereka mendongak, dan melihat langit malam. Penerangan yang ada di sekitar terlalu kuat sehingga mengalahkan cahaya dari bintang-bintang, namun meskipun begitu, tidak mungkin melewatkan kenyataan bahwa arena ini terbuka untuk langit malam.

"Kalau begitu, kita bisa menggunakan magic 'flight' untuk kabur-"

"TOOOOOOOH!"

Seseorang melompat dari balkoni kotak VIP, tepat dengan suara yang menyela kalimat Arche.

Figur yang bersalto di tengah udara itu turun dari sebuah ketinggian yang kelihatannya kira-kira sama dengan bangunan berlantai enam, membuat seseorang bertanya-tanya jika dia mungkin saja memiliki sayap saat turun di tanah dengan anggun. Tidak ada magic yang digunakan di sini, hanya kemampuan fisik murni. Bahkan Imina yang seorang rogue seperti menahan nafas karena gerakannya yang sempurna.

Figur yang menyedot benturan dengan hanya melenturkan lututnya itu tersenyum lebar.

Di depan mereka berdiri seorang bocah dark elf.

Telinga panjang yang keluar di antara untaian emas rambutnya sedikit bergerak, memberikan kesan megah seperti matahari.

Dia berpakaian penuh dalam balutan pakaian yang ketat, armor kulit ringan, terbuat dari sisi naga hitam legam dan merah hati kelam, di dalam rompi putih yang dia kenakan dengan hiasan benang emas. Sebuah lambang dijahit ke area dada dari jaket.

Melihat matanya yang campuran, Imina terperangah karena terkejut.

"-Ah!"

"-Sang penantang telah tiba!"

Boca itu berbicara ke arah benda yang mirip tongkat yang sedang dia pegang, dan membuat ucapannya lebih keras sehingga bergema ke seluruh penjuru arena.

Area tersebut bergetar bersamaan dengan suara riang dan gembira dari si bocah.

Melihat sekeliling, keliatannya golem yang tetap terdiam sejauh ini sedang menghentak-hentakkan kakinya ke lantai untuk membuat suara.

"Para penantang adalah empat orang bodoh dan ceroboh yang menusup ke dalam Great Tomb of Nazarick! Dan, yang menghadapi mereka adalah tuan dari Great Tomb of Nazarick, Supreme King dari kematian Ainz! Ooal! Gown-sama!"

Pintu besi berjeruji di sisi berlawanan di dalam arena terangkat ke atas bersamaan dengan terdengarnya suara dark elf tersebut. Dari gelapnya jalan di depan sana, seorang makhluk melangkahkan kakinya ke bawah sorotan cahaya. Secara harfiah, dia seperti tulang belulang.

Sebuah cahaya merah tua berkedip di dalam lubang mata dari tengkorak putih.

Dia memakai pakaian seperti jubah, dan karena tidak ada otot di tempat jubah itu terikat seharusnya di pinggang, kelihatannya terlalu kurus untuk bisa dipercaya. Menilai dari tak adanya senjata di tangan, mungkin itu adalah seorang magic caster atau semacamnya.

"Ooh! an berjalan di belakangnya adalah Pengawas Guardian kita, Albedo!"

Anggota Foresight menahan nafas saat mereka melihat wanita yang mengikuti di belakang seperti seorang pelayan.

Dia adalah 'pemandangan yang tiada tara' yang bahkan mengalahkan 'Beautiful Princess' dari tim Darkness. Kecantikannya takkan pernah bisa dicapai oleh manusia biasa, dengan dua tanduk yang melengkung lembut dari kedua sisi dahinya. Di pinggangnya ada sepasang sayap hitam. Mereka terlihat sangat nyata sehingga tak mungkin itu adalah buatan.

Arena semakin bergemuruh dengan hentakan kaki, seakan menyambut datangnya dua pendatang baru, sebelum menjadi tepukan tangan yang bergemuruh. Itu adalah sambutan yang cocok seperti tibanya seorang raja.

Dua orang itu mendekati 'Foresight' di antara tepukan tangan yang bergemuruh dari para golem yang mengelilingi.

"-Aku minta maaf," gumam Arche. "Kita berakhir seperti ini karena aku."

Apa yang akan terjadi selanjutnya mungkin adalah pertempuran yang sangat melelahkan yang pernah mereka hadapi. Kelihatannya, satu atau lebih dari mereka akan mati. Arche mungkin merasa bahwa mereka sudah terjebak ke dalam situasi yang mengerikan itu karena dirinya. Tanpa hutangnya, mungkin mereka tidak akan menerima pekerjaan ini untuk pergi menyelidiki makam yang jelas sekali mereka tidak tahu apapun.

Namun -

"Hey, hey, omong kosong macam apa yang dikatakan bocah ini?"

"Ya. Mengambil pekerjaan ini adalah sebuah keputusan kelompok. Ini bukan salahmu. Bukankah kita masih akan mengambilnya meskipun tanpa masalah pribadimu?"

"Begitulah, jadi tidak usah khawatir."

Hekkeran dan Roberdyck tersenyum saat mereka berbicara, dan Imina menepuk kepala Arche.

"Kalau begitu, meskipun berencana itu percuma saat ini, kita seharusnya masih harus berdiskusi. Arche, bisakah kamu mengenali undead itu?"

"-Melihatnya yang terlihat sangat memiliki kecerdasan, mungkin itu adalah tipe skeleton dengan kelas lebih tinggi?"

Skeleton yang dipertanyakan, Ainz, melambaikan tangan di depan mereka. Gerakan itu terlihat seperti dia seakan sedang mengusap sesuatu.

Suara yang tadi menghilang. Dalam sekejap, gerakan golem berhenti, dan sekali lagi mereka masuk ke dalam keheningan yang hampir membuat tuli. Hekkeran membungkuk dengan tulus kepada Ainz, yang perlahan menghadap mereka.

"Pertama saya ingin minta maaf, Ainz Ooal.. dono."

"...Ainz Ooal Gown."

"Maafkan saya, Ainz Ooal Gown-dono."

Ainz berhenti dan mengangkat dagunya, seakan dia sedang menunggu bawahan melanjutkan ucapannya.

"Kami ingin minta maaf karena sudah masuk ke makam anda tanpa izin. Jika anda bisa menemukan dalam hati maaf untuk kami, kami akan dengan senang hati menawarkan kompensasi untuk menebus dosa kami."

Waktu berlalu dalam keheningan. Lalu Ainz menghela nafas. Tentu saja, sebagai salah satu dari undead, Ainz tidak perlu bernafas. Namun dia melakukannya agar bisa mengirimkan pesannya.

"Apakah seperti itu caramu melakukan sesuatu dari tempat asalmu? Setelah orang lain duduk di rumahmu dan meninggalkan sisa-sisa sampah yang mengeluarkan belatung, apakah kamu benar-benar menunjukkan ampunan lebih daripada kematian yang cepat?"

"Manusia bukanlah belatung!"

"Mereka sama saja. Setidaknya, begitulah mereka bagiku. Atau, tidak - mungkin manusia bahkan lebih rendah daripada mereka. Jika seekor belatung lahir, kesalahannya terletak pada lalat. Kamu, bagaimanapun, berbeda. Kamu tidak dipaksa, ataupun memiliki alasan kuat tertentu untuk datang kemari, namun murni karena ketamakan, kamu menyerang sebuah makam yang mungkin ada orang yang hidup di dalamnya, dengan niat untuk menjarah hartanya!"

Tawa Ainz bergema ke seluruh penjuru coloseum.

"Ah, tidak usah diambil hati. Aku tidak menyalahkanmu. Wajar saja jika yang kuat mendominasi yang lemah. Aku juga melakukannya dan aku tidak menganggap diriku pengecualian dengan peraturan ini. Lebih tepatnya karena mungkin saja ada orang yang lebih kuat dariku sehingga aku menjadi waspada... Kalau begitu sekarang, waktu untuk bercanda sudah habis. Menurut prinsip yang kuat memakan yang lemah, aku harus mengambil satu hal darimu."

"Tidak, sebenarnya, ada sebuah-"

"Diam!" Ainz mengucapkannya dengan suara yang tidak memperbolehkan penyelaan. "Jangan membuatku marah dengan kebohonganmu! Kalau begitu sekarang, kamu akan membayar kesalahanmu yang bodoh dengan nyawa."

"Bagaimana jika kami memang memiliki izin?"

Ainz terpaku. Kelihatannya, itu tepat mengenainya.

Hekkeran terkejut dengan satu kalimat yang memiliki efek yang besar tersebut, namun tepat saja dia tidak melewatkan itu dari wajahnya. Saat semuanya terlihat hilang, sebuah sinar harapan bersinar menembus kegelapan. Jelas sekali, dia harus mengambilnya.

"...Omong kosong."

Itu adalah suara kecil yang kokh, hampir berada di tepian yang memudar.

"Hanya omong kosong, itu bukan apa-apa melainkan hanya bualan. Apa yang kamu dapatkan daripada membuatku marah?"

Rasa tidak tenangnya menyebar, dan bahkan bocah dark elf di sampingnya mulai terlihat tidak tenang. Ketika dia berputar melihat ke orang terakhir, rasa merinding terpecah di seluruh tubuh Hekkeran.

Wanita cantik yang ada di belakang mereka masih tersenyum. Namun dia memancarkan nafsu membunuh yang membuat Hekkeran berkeringat besar.

"Dan bagaimana jika itu memang benar?"

"...Tidak..Tidak..Tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin. Kalian semua seharusnya menawarkan diri menari di telapak tanganku..."

Ainz menggelengkan kepalanya dan menatap tajam ke arah Hekkeran.

"Tapi... bagaimanapun.. aku... ya, benar juga, hanya misalnya, aku akan mendengarmu... siapa yang memberimu izin?"

"Bukankah anda tahu dia?"

"Dia...?"

"Dia tidak meninggalkan namanya, namun dia adalah monster yang sangat besar."

Hekkeran mati-matian memikirkan garis selamat untuk menghindari bahaya yang bersembunyi.

Itu adalah sebuah pertanyaan yang hanya ditanyakan oleh seseorang yang terdiam karena tidak bisa memutuskan, karena dengan bertanya demikian seseorang akan tahu apakah itu benar atau salah.

Itu murni adalah sikap seorang manusia, Hekkeran berpikir. Itu bukanlah reaksi dari seorang monster, namun seorang pengecut. Ini adalah peluang yang bagus.

"Katakan padaku apa yang kamu lihat."

"...Dia sangat sangat sangat besar..."

"Sangat sangat..."

Saat Ainz tiba pada putaran introspeksi yang lain, Hekkeran bercermin bahwa mereka telah menghindari bahaya lagi, dan mengeluarkan helaan nafas lega. Dia memberi isyarat kepada teman-temannya dengan gerakan kecil jarinya, berkata kepada mereka untuk menemukan jalan keluar. Ainz tidak akan bertindak tanpat memastikan kebenaran dari kebohongan kalimat Hekkeran. Hanya ini saat mereka bisa memikirkan bagaimana kabur dari sini.

"Apakah dia mengatakan sesuatu?"

Siapa yang tahu, seseorang mungkin telah menggunakan sebuah mantra penarik atau mantra pendominasi atau kemampuan spesial yang lainnya...

"Sebelum itu, aku harap anda bisa menjamin keselamatan kami."

"Apa?... Jika kamu memang benar mendapatkan izin dari salah satu temanku, maka keamananmu pasti terjamin. Jangan takut."

Sebuah kata baru - teman.

Hekkeran menganalisa informasi yang baru saja dia dapatkan. Dari saat kejadian negosiasi, dia mempelajari bahwa Ainz Ooal Gown memiliki teman, yang mana saat ini tidak bisa dihubungi.

Rahasia dari penipuan adalah untuk mengeluarkan informasi dari target yang diinginkan, lalu memaksanya membuat kesalahan.

"...Lalu? Mengapa diam saja? Biarkan aku mendengar apa yang dikatakan oleh orang kamu temui itu bilang padamu."

Sampai saat ini, tipuannya berhasil. Kalau begitu, ini adalah langkah selanjutnya. Telapak tangannya sudah berkeringat banyak.

"Dia bilang untuk menyampaikan salah ekapda Ainz di dalam Great Tomb of Nazarick."

"..Ainz?"

Kegelisahannya tiba-tiba berhenti. Hekkeran menyadari, dan sebuah ekspresi 'oh sialan' menyebar ke seluruh wajahnya.

"...Dia bilang, sampaikan salah kepada Ainz?"

Hekkeran menguatkan diri. Lagipula, kalimat yang sudah diucapkan tidak bisa diambil kembali.

"...Ya."

"Kuhahahahaha!"

Ainz tertawa saat mendengar jawaban Hekkeran. Ini bukanlah tawa senang. Itu adalah sebuah tawa yang sangat baik dideskripsikan sebagai tidak stabil.

"Hah.... yah, hanya segitu. Meskipun sebenarnya, jika dipikir-pikir dengan tenang, ada banyak lubang di dalam cerita tersebut."

Gerakan Ainz berhenti, dan dia menghadap ke arah Hekkeran. Api merah tua yang terbakar di dalam lubang matanya berubah menjadi gelap, ditutupi oleh warna hitam yang mengelilinginya dan membuat pupil matanya berkurang menjadi cahaya merah. Hekkeran dan yang lainnya mengambil satu langkah ke belakang, seakan garis pandangan Ainz mengeluarkan tekanan fisik kepada mereka.

Di dalam tatapan itu terdapat kemurkaan yang paling murni.

"DASAR KAU SAMPAAAAAAAHHHHH! BERANINYA KAMU! BERANINYA KAMU MENJEJAKKAN SEPATUMU! SEPATUMU YANG KOTOR KE DALAM NAZARICK YANG AKU, YANG KAMI, TEMANKU DAN AKU, CIPTAKAN!"

Kuat sekali kemarahan itu sehingga membuat Ainz tidak bisa berkata apapun lagi. Tulang belikat Ainz bergerak seakan dia sedang bernafas, lalu dia melanjutkan.

"DAN KAMU! BERANINYA KAMU MENGGUNAKAN NAMA DARIKU, DARI TEMAN-TEMANKU! BERANINYA KAMU MENGGUNAKAN ITU UNTUK MEMBOHONGIKU! DASAR KOTORAN! JANGAN HARAP ITU BISA DIMAAFKAN SAMPAI KAPANPUN, SAMPAI KAPANPUN TAKKAN KUMAAFKAN!"

Ainz berteriak dengan nada mengamuk.

Tidak mengherankan jika kemarahannya hilang untuk selama-lamanya. Namun, perasaan bencinya tiba-tiba hilang, dan dia kembali menjadi tenang seperti biasa.

Itu adalah perubahan yang tiba-tiba, seakan emosi itu seperti dimatikan begitu saja. Perubahan mendadak cukup membuat Hekkeran dan timnya, yang berhadapan dengan Ainz, berpikir ada sesuatu yang aneh.

"..Meskipun itu membuat marah, kesalahan itu bukanlah padamu. Tentu saja kamu akan mengatakan kebohongan yang memalukan untuk menyelamatkan nyawamu. Sejujurnya, aku masih sangat marah... Kurasa aku memang terlalu berharap. Albedo. Aura. Dan seluruh Guardian yang bisa mendengar suaraku, semuanya, tutupi telinga kalian!"

Wanita yang sangat cantik tersebut dan bocah dark elf mendengarkan dengan baik-baik. Bocah itu menancapkan jarinya ke dalam telinganya, sementara wanita cantik tersebut dengan lembut menutupi telinganya dengan tangan. Ini tidak diragukan lagi untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan mendengarkan apa yang akan dia ucapkan.

"Dari awal, aku menolak rencana untuk mengundang pencuri-pencuri menjijikkan ini ke dalam Great Tomb of Nazarick milikku. Meskipun begitu, aku mengerti jika ini adalah metode terbaik dan aku menerimanya."

Ainz kembali melihat ke atas, lalu dengan sangat menyesal menggelengkan kepalanya.

"Yah, iu saja. Rancauan sudah berakhir. Sebagai ampunan terakhir, aku akan memberikanmu kematian mulai sebagai seorang warrior, tapi sekarang aku berubah pikiran. Sekarang aku akan membuangmu seperti pencuri sedia sejatinya."

Sambil bicara seakan itu adalah masalah orang lain, Ainz menyingkapkan jubahnya.

Biasanya, hanya ada tulang di bawah. Sebuah bola merah gelap mengambang di bawah tulang-tulang rusuknya, memancarkan perasaan menakutkan. Dia tidak memiliki apapun yang dipakai selain celana dan sepatunya... Tidak, ada satu lagi item. ada kalung kulit yang mengelilingi lehernya, dengan sebuah rantai, yang rusak dari separuh hingga ke bawah, teruntai di kalung tersebut.

"Ohhhhh!"

Sebuah suara aneh datang dari atas mereka.

Melihat ke atas, mereka bisa melihat tubuh bagian atas dari gadis berambut perak yang condong keluar dari kota VIP. Dia langsung ditarik oleh sebuah lengan yang memakai apa yang terlihat seperti sarung tangan biru.

"...Apa lagi yang sedang dia lakukan?"

"Aku akan pergi untuk mengomelinya nanti."

Saat mereka berhasil mendapatkan kembali fokus dan kesadarannya ke arah Ainz, dia sudah mengeluarkan sebuah pedang hitam dan sebuah perisai hitam bundar entah dari mana.

"Kalau begitu, aku sudah siap di sebelah sini. Mari kita mulai."

Dia berdiri dengan kaki yang sedikit melebar - Itu adalah sebuah kuda-kuda.

"Albedo dan Aura, kalian bisa lepaskan tangan sekarang."

Dua orang yang disebut itu langsung bereaksi, dan mengembalikan tangan mereka ke samping.

"Aku sedang dalam situasi perasaan yang sangat buruk sekarang. Tidak kukira aku akan menemui orang-orang seperti ini. Jadi aku akan bermain dengan mereka tanpa membunuhnya, dan aku akan serahkan pembuangannya kepada kalian. Sekarang, mari kita dimulai."

Saat Hekkeran menatap ke arah Ainz yang memakai pedang dan perisai, pikiran pertama Hekkeran adalah lawannya ini bukanlah seorang warrior atau ahli pedang. Jika ditekan, dia akan berkata bahwa dia seperti monster, semacam monster yang akan menggunakan kemampuan fisik mereka yang luar biasa untuk mengungguli lawan.

Baik sikap dan kuda-kudanya terlihat seperti seorang amatir. Namun dia memancarkan tekanan yang berat, terlihat lebih besar daripada kehidupan.

Bagi makhluk seperti ini, gerakan paling mematikan yang bisa mereka buat hanyalah menyerang.

"Tidak datang? Kalau begitu, biarkan aku yang kesana."

Ainz bergegas mendekat saat dia membalas.

Kecepatannya mengerikan sehingga dapat memperpendek jarak diantara dia dengan lawannya dalam sekejap.

Diikui dengan tebasan besar ke bawah dari atas.

Serangan itu memiliki banyak celah, namun memiliki kekuatan menghancurkan yang sangat besar. Di tangan makhluk kuat dengan kemampuan fisik menakjubkan, tebasan itu seperti serangan pedang yang bisa membunuh apapun yang dilaluinya.

Menghadapinya secara langsung sangat berbahaya.

Hekkeran memutuskan hal ini dalam sekejap, saat dia merasakan pedang dengan kecepatan tinggi itu turun ke arahnya. Sebuah hadangan keras akan merubah hal ini menjadi kontes kekuatan, dan dia tahu jika dia akan kalah jika beradu kekuatan dengan Ainz.

Olah karena itu, hanya ada satu pilihan-

Pedang Ainz turun dengan deras ke tanah, gema yang tak hilang-hilang dan getaran dari baja melawan baja hilang ditelan udara.

-Menangkis serangan dan mengarahkannya ke tempat selain tubuhnya.

Biasanya, sang penyerang akan menjadi kehilangan keseimbangan setelah ditangkis, dan ini adalah peluang utama untuk menyerang balik. Namun Ainz bahkan tidak bergerak. Seakan dia tahu urutan tertentu dari peristiwa yang akan terjadi, lalu dia mengembalikan kuda-kudanya kembali posisi semula.

Hekkeran menyadari bahwa dia telah membuat kesalahan besar.

Gawat! Aku meremehkannya! Tapi, yang hanya bisa kulakukan adalah terus bertarung!

Dia mengincar kepala Ainz. Martial Art yang dia gunakan adalah -

"[Twin Blade Strike]!"

Dua lengkungan pedang yang bersinar terbentuk di udara saat pedang-pedang itu menggunting ke arah kepala Ainz. Biasanya, senjata tumpul akan lebih efektif melawan musuh dengan tipe kerangka seperi Ainz, namun Hekkeran lebih tangguh dengan senjata tebasan, dan tidak seberapa percaya diri dengan senjata tumpul.

Tujuan utama Hekkeran adalah untuk mencoba memberikan damage kepada Ainz. Dia memberikan sebanyak mungkin serangan terhadap Ainz, tidak perduli jika serangan-serangan itu mengenai atau luput, berharap setidaknya salah satu dari serangan itu akan bisa tembus dan menyerangnya.

Dua pedang kembar mengarah dengan cepat ke kepala musuh.

Orang biasa pasti akan menerimanya dengan penuh.

Lawan kelas satu mungkin hanya akan menggoresnya.

Lalu bagaimana dengan musuh yang elit?

"Hnh!"

Ainz membawa perisainya untuk memotong jalur dari pedang-pedang tersebut. Orang biasa pasti takkan bisa berhasil melakukannya, namun dengan kekuatan fisik dan kecepatan yang luar biasa unggul, itu mungkin saja.

"[Magic Arrow]!"

"[Lesser Dexterity]!"

Saat perisai tersebut menghadang dua serangan, mantra Arche mengirimkan petir putih yang meluncur ke arah Ainz. Di waktu yang sama, ketika suara benturan logam masih terngiang di udara, Roberdyck merapalkan sebuah mantra untuk memperbesar kelincahan.

"Mainan anak-anak."

Ainz bahkan tidak repot-repot melihat ke arah Arche. Peluru cahaya tersebut berkedip lalu menghilang secara perlahan sebelum berhasil menyentuh Ainz. Sebuah ekspresi terkejut muncul di wajah Arche.

"Kebal terhadap mantra? Tapi dari mana?"

"Hmph!"

Dalam balasannya, Ainz mengayunkan perisainya ke arah wajah Hekkeran.

"Serangan perisai yang keras, ya kan!"

Dasar kemampuan bertarung yang umum terngiang di kepalanya. Hekkeran memutuskan untuk merubah bahaya ini menjadi sebuah peluang, dan membuat gerakannya. Dia mengarahkannya ke arah perut, alasannya karena ukuran yang besar dari perisai tersebut akan menciptakan sudut mati di dalam pertahannya.

Namun, Ainz dengan mudahnya menyapu senjata Hekkeran ke samping dengan pedang hitam.

Dia mengetahuinya!

Mata Hekkeran mengikuti perisai yang seperti dinding itu saat mendekat, dan dia hampir tidak bisa menghindar dari serangan tersebut - lalu sepatu armor menendangnya dari bawah.

Hekkeran tidak akan takut dengan tendangan biasa. Namun, melalui adu senjata mereka yang singkat, dia sangat menyadari kekuatan luar biasa Ainz - meskipun tidak memiliki otot - serangan apapun yang dia buat pasti bisa membunuhnya dalam sekali serang. Menerima pukulan tersebut sama saja dengan menerima luka fatal.

Hekkeran bergulung karena panik. Tanpa dukungan Roberdyck, itu pasti tidak mungkin. Ruang kosong yang menjadi target tendangan tersebut memutus beberapa helai rambut Hekkeran, dan sebuah hawa dingin menyeruak di tulang belakangnya.

"Sebelah sini!"

Imina mengirimkan dua anak panah dari busurnya. Karena dia meneriakkan serangan tersebut, itu bukanlah serangan tiba-tiba, dan Ainz dengan santainya menghindari dari anak panah itu.

Anak panah tersebut meluncur melewati Ainz, karena luput dari sasarannya.

Sebagai permulaan, anak panah tersebut tidak efektif terhadap monster-monster dengan tipe kerangka seperti Ainz. Dia hanya berharap Ainz tidak repot-repot menghindarinya dan dengan santai menerima anak panah tersebut, namun kelihatannya itu tidak akan terjadi. Anak panah tersebut memiliki kepala yang datar, seperti sebuah sekop; mereka adalah anak panah - anak panah magic yang didesain khusus untuk memberikan serangan tumpul. Jika anak panah itu tidak dihindari, seharusnya mampu memberikan serangan yang dimaksud kepada lawan bertipe kerangka.

Setidaknya, begitulah yang seharusnya terjadi, namun meskipun begitu, tidak ada yang disesali. Hekkeran mengambil peluang itu untuk berdiri dan sedikit memperlebar jarak diantara dirinya dan Ainz. Teriakan Imina juga memberikan Hekkeran peluang untuk bangkit berdiri.

"[Twin Blade Strike]!"

"Hah!"

Dua tebasan tersebut dengan mudah dipentalkan oleh sebuah pedang. Goncangan akibat tangkisan itu mengirimkan getaran ke seluruh lengan Hekkeran.

Benar-benar orang yang menyusahkan, apakah ini yang terjadi jika kamu memberikan latihan warrior kepada seorang monster dengan kemampuan super? Seberapa kuat dia sebenarnya?

Harga yang harus dibayar karena terus-terusan menggunakan jurus mematikan menguras stamina mentalnya dengan drastis. Otak Hekkeran terasa seperti berteriak karena pengerahan tenaga seperti itu, jadi Hekkeran memutuskan untuk mundur.

Tentu saja, Ainz tidak mengizinkannya.

"Memangnya aku akan membiarkanmu lari!"

Ainz menyerang. Memang itu bisa diduga - bergerak ke belakang memang lebih lambat daripada gerakan maju.

Saat Hekkeran akan tersusul, sesuatu bersiul menembus udara saat terbang melewati sisi samping wajahnya.

Sebuah panah dengan kecepatan tinggi datang dari belakang Hekkeran, bersembunyi dari balik tubuhnya. Biasanya, orang biasa tidak akan mampu menghindarinya. Namun, melawan Ainz dengan reflek super, itu masih belum cukup.

"[Flash]!"

"[Lesser Strength]!"

Sebuah cahaya yang bersinar terang meledak di depan Ainz. Apakah dia menahannya atau tidak, mantra itu pasti akan membuatnya buta sesaat, namun kelihatannya itu tidak berguna terhadap Ainz. Yang hanya dilakukan oleh sinar itu hanya mengganggunya.

"Orang yang sok ikut campur!"

Ainz berdecak lidah terhadap Hekkeran, yang memperpendek jaraknya berkat kekuatan dan ketangkasannya yang bertambah.

"[Reinforce Armor]!"

"[Anti-Evil Protection]!"

Mantra dukungan dari Arche dan Roberdyck memperkuat pertahanan Hekkeran.

Setelah menghindari serangan Hekkeran dan mementalkan pedangnya, Ainz akan melakukan serangan balasan sekali lagi saat panah yang lainnya terbang ke arah wajahnya.

"Hmph!"

Sikap dengan mudahnya saat Ainz menghindari anak panah itu dengan hanya memutar wajahnya memang cocok dengan gelarnya sebagai penguasa makam ini, dan swordsman mengerikan.

Hekkeran menggunakan celah yang sekejap dibuat oleh serangan dukungan untuk mundur, dan keringat mengalir ke bawah tubuhnya akibat pertarungan yang sesaat namun intens.

Dia sudah tahu ini, namun Ainz Ooal Gown memang sangat kuat.

Kemampuan fisiknya benar-benar tak tersentuh oleh manusia. Yang lebih parahnya, dia memiliki teknik untuk memanfaatkan kekuatan dan kecepatan supernya secara penuh. Kemampuan pengamatannya bisa melihat tembus tipuan apapun. Dia telah mengukur setiap anggota Foresight. Digabungkan dengan daya tahannya terhadap magic dan pedang yang ditambah mantra serta perisai yang dia ciptakan; dia adalah seorang warrior yang paling diinginkan oleh semua orang.

Namun ada sebuah alasan mereka bisa bertarung setara dengan makhluk seperti ini.

Sejujurnya, Hekkeran sudah tertekan dengan keras untuk mempertahankan posisinya. Jika dia salah dalam membaca sudut dari jatuhnya pedang dan luput dalam menangkis, pedangnya pasti akan hancur dan dia mungkin akan menderita luka fatal. Sebuah kesalahan kecil dalam memperkirakan kecepatan dari pedang hitam itu akan menghasilkan dirinya terbelah menjadi dua dengan rapi. Kenyataan bahwa seluruh koin yang dia lemparkan hasilnya adalah kepala saja tidak membuat sedikitpun keberuntungan.

Namun, ada alasan lain yang bahkan jauh lebih penting dari hal ini.

Alasan itu adalah kerjasama.

Justru karena mereka semua bekerjasama, dan sangat awas dengan pemikiran masing-masing, sehingga mereka bisa bergerak dan bertindak seperti satu organisme.

Beginilah bagaimana kelompok yang bersatu dari 'Foresight' bisa bertahan melawan individu yang paling kuat, Ainz Ooal Gown.

Sebuah senyum samar terangkat di bibir Hekkeran.

Hingga sekarang, Ainz memang tidak tersentuh. Pastinya, dia sangat kuat. Namun dia bukan tidak terkalahkan.

Dengan tekad seperti ini di hatinya, Hekkeran mengayunkan pedang kembarnya.

Serangan pedang Hekkeran, tercepat yang bisa dihasilkan oleh tubuhnya yang meningkat, dipentalkan oleh perisai hitam bundar. Anak panah yang meluncur masuk dihalangi oleh pedang hitam. Arche dan Roberdyck memanfaatkan celah ini untuk memperkuat Hekkeran lebih jauh.

Bahkan sejak Ainz berdecak lidah, rasa permusuhannya terhadap mereka berkurang drastis.

Setelah mempertimbangkan apakah menekan serangan atau tidak, Hekkeran memutuskan untuk mundur dan menenangkan nafasnya yang tidak beraturan. Ainz yang undead tidak akan lelah tak perduli seberapa lama atau seberapa keras dia bertarung, namun seorang manusia seperti Hekkeran dan yang lainnya akan menjadi kelelahan. Mengulur-ulur pertarungan ini adalah ide yang buruk. Hekkeran harus beristirahat kapanpun dia memiliki peluang.

"Jadi... seperti yang kuduga, aku masih tidak bisa memberikan pukulan yang mematikan. Kukira aku sudah memiliki keunggulan dalam kekuatan, skill dan mengetahui apa yang bisa kalian lakukan, namun ketika aku benar-benar bertarung, aku masih merasakan suatu kegugupan... sesuatu seperti, mengapa aku masih belum merobohkan kalian?"

Ainz mengangkat bahunya karena jengkel. Hekkeran, yang sedang melihat dari seberang Ainz, tidak merasakan jengkel khususnya dengan nada Ainz yang menganggap remeh.

Sejujurnya bicara, ini adalah keuntungan karena bekerja dalam sebuah tim. Hekkeran tersenyum seakan dia sedang dipuji.

Di tengah semua ini, wanita cantik yang dari tadi terdiam hingga sekarang akhirnya berbicara.

"Ainz-sama. Mungkin sudah seharusnya kita mengakhiri waktu bermain disini."

"Apa?"

"Maafkan kekurangajaran saya, namun saya sulit mempercayai anda terus mengizinkan kebebasan kepada bajingan rendahan ini, para pencuri ini telah berani menggunakan nama Supreme being untuk membohongi anda. Mungkin sudah waktunya anda memberikan ampunan kepada mereka?"

"Hey, Albedo. Jika kamu bicara kepada Ainz-sama seperti itu-"

"-Tidak, Aura, itu adalah poin yang bagus."

Ainz menggelengkan kepalanya.

"Dan itu sudah cukup. Aku sudah mendapatkan pengalaman yang cukup dari pertarungan ini."

"Benar-benar mengagumkan. Seperti yang saya duga dari Maharaja yang memerintah saya."

"Hah, benarkah. Yah, ini memang pantas dirayakan. Meskipun aku tahu kamu sedang menghiburku, pujian dari seorang warrior yang kemampuannya jauh melebihi diriku masih tetap membuatku senang."

"Saya tidak sekalipun punya niat membohongi anda dengan pujian palsu. Setiap kalimat itu adalah yang sebenarnya."

"Begitukah? Kalau begitu terima kasih. Cocytus bisa menilaiku nanti, dan aku masih harus mendengar pendapatmu dalam sesi latihan masa depan seperti ini."

Setelah mengangguk beberapa kal dan terlihat sangat puas dengan dirinya, Ainz memutar badan ke arah 'Foresight'.

Udara diantara mereka telah berubah, dan Hekkeran mendapatkan firasat buruk dengan hal itu.

Instingnya yang sudah membawa dirinya melewati berbagai situasi hidup dan mati berteriak kepadanya; ada bahaya yang sangat besar disini.

"Kalau begitu, waktunya bermain-main dengan pedang sudah selesai. Sekarang adalah waktunya untuk hiburan yang berbeda."

Ainz membuang pedang dan perisai yang sedang dia pegang ke samping, lalu hilang sebelum menyentuh tanah.

"Apa?!"

Membuang senjata seseorang adalah tanda yang umum digunakan untuk menyerah dalam pertarungan. Namun, sikap Ainz bahkan tidak sedikitpun tanda menyerah.

Ini bukan isyarat menyerah.

Tak mampu mengetahui apa yang sedang dipikirkan Ainz, Hekkeran dipenuhi dengan kebingungan.

"...Apa yang akan kamu lakukan?"

Saat ini, Ainz tersenyum. Atau lebih tepatnya, dia terliaht seperti tersenyum.

Perlahan dia melebarkan lengannya. Itu adalah sebuah tindakan yang mirip dengan seorang malaikat yang menyambut hamba yang setia, atau seorang ibu yang menyambut anaknya ke dalam dekapannya; sebuah sambutan penuh kasih terhadap apa yang ada di depannya.

"Kamu tidak paham? biar kuberitahu dalam istilah yang mungkni bisa kamu pahami," Ainz tertawa. "Aku akan main-main denganmu, jadi berikan usaha terbaikmu, manusia."

Suasana hati sudah berubah-ubah


Dia telah melepaskan senjata dan perisainya. Seharusnya itu berarti bahwa dia sudah melemah. Namun Hekkeran mempunyai firasat bahwa Ainz di depannya sekarang malah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Memang benar, kelihatannya seakan tubuh Ainz secara fisik tumbuh besar di depan mata mereka, kehadirannya begitu menyesakkan dada.

Seorang makhluk yang semakin kuat ketika membuang senjatanya.

Ketika dipikir-pikir lagi, hanya dua jawaban yang tersisa. Satu adalah dia salah satu dari warrior monk yang menempa tubuhnya menjadi senjata makhluk hidup. Namun jika itu masalahnya, gaya bertarungnya yang tadi - cara dia menghindari serangan - kelihatannya tidak cukup terasah untuk bisa disebut sebagai salah satu dari mereka.

Lalu, alternatifnya-

"Dia seorang magic caster?"

Suara itu milik Arche, yang mendapatkan kesimpulan yang sama dengan Hekkeran.

Begitulah. Ini adalah pertanyaan yang ada. Makhluk di depan mereka, Ainz Ooal Gown - apakah dia seorang magic caster?

Memang bisa dimengerti jika mereka tidak mempertimbangkan hal ini sebelumnya. Siapa yang bisa membayangkan jika magic caster bisa bertarung setara dengan Hekkeran, yang merupakan petarung paling kuat dan paling ahli dalam tim?

Magic caster - terutama arcane magic caster - memiliki tubuh yang lebih lemah daripada warrior. Lagipula, jika seseorang memiliki waktu untuk melatih tubuhnya, dia akan lebih memilih menghabiskan waktu itu untuk mempelajari magic. Oleh karena itu, magic caster yang bisa bertarung setara dengan warrior memang tidak ada.

Itu adalah hal wajar yang sederhana.

Seorang makhluk yang bisa merubah pengetahuan itu di kepalanya - siapa yang bisa membayangkan makhluk semacam itu akan berdiri di depan mereka?

Oleh karena itu, suara Arche yang membawa harapan jika itu memang tidak benar, dan berharap agar hipotesanya ditolak. Karena jika memang benar, itu artinya Ainz jauh lebih percaya diri dengan kemampuannya sebagai seorang magic caster daripada menjadi seorang warrior.

Apa artinya itu, tak ada yang perlu mengatakan itu dengan keras.

Bahkan merapalkan beberapa mantra bisa meningkatkan performa pertempuran sangat besar. Seperti yang didemonstrasikan oleh Hekkeran, beberapa mantra peningkatan membuat perbedaan yang dramatis. Namun jika itu masalahnya-

"Apakah kalian akhirnya menyadari? Betapa bodohnya kalian semua. Yah, memang wajar memperkirakan kecerdasan dengan level seperti ini dari hama menyedihkan, yang menapakkan kotoranmu ke dalam Nazarik milikku - bukan, milik kami."

Namun, selama Arche ada, Hekkeran dan yang lainnya bisa menolaknya.

"Arche! Apakah dia memang seorang magic caster?"

"Tidak! Aku yakin sekali! Setidaknya, dia bukan seorang arcane magic caster!"

"Hm? Dan apa maksudny itu?"

"-Aku tidak bisa merasakan kekuatan magic apapun dari tubuhmu."

"Ahhh. Jadi, kamu menggunakan mantra pendeteksi kalau begitu. Tidak sopan sekali."

Ainz menunjukkan tangannya kepada Hekkeran dan yang lainnya. Seperti yang diduga dari seorang undead, tidak ada apapun kecuali tulang belulang. Dia menjulurkan jari-jarinya untuk menunjukkan masing-masing jari itu, di kedua tangan, yang sedang memakai sebuah cincin.

"Ketika aku melepaskan cincin ini, kamu akan mengerti. Aku juga meminjamkannya kepada bawahanku."

Setelah berkata demikian, Ainz melepas sebuah cincin di tangan kanannya. Lalu-

"Uuuuoooggh!"

Itu adalah suara muntahan. Cairan lengket tercecer di lantai arena, dan sebuah bau asam dan tengik terbang di sekitar 'Foresight'.

"Apa yang kamu lakukan?!"

Imina menatap Ainz, dari tempat dia bergegas membantu Arche, Ainz kelihatannya tidak nyaman, namun tetap menjawab dengan nada tidak senang.

"Apakah maksudmu, apa yang kulakukan dengan gadis itu? Ada batasnya seberapa tidak sopan kalian, muntah ketika kalian melihat wajah seseorang."

"-Se-Semuanya, lari!"

Arche berteriak, dan air mata mengalir dari sudut matanya.

"Dia ini adalah mon-uuuuuuurrrrgggghhhhhhhh!"

Tak mampu menahannya, Arche muntah lagi. Saat itu, Hekkeran mengerti mengapa dia muntah.

Ainz tidak melakukan apapun kepadanya. Namun lebih kepada, dia tidak mampu menahan kombinasi dari teror dan stres yang disebabkan oleh kekuatan magic yang besar sekali yang mengelilingi Ainz, dan akhirya dia muntah.

Dan itu artinya-

"-Kita takkan bisa mengalahkannya! Kekuatannya benar-benar berada pada level yang sangat berbeda! Bahkan kata monster tidak bisa mendeskripsikan dirinya!"

Arche mulai meratap saat air matanya mengalir turun dari pipinya.

"Tidak mungkin tidak mungkin tidak mungkin-"

Imina memeluk erat Arche ke dadanya. Gadis itu menggelengkan kepalanya tidak karuan seakan dia sudah gila.

"Tenanglah! Roberdyck!"

"Aku mengerti! [Lion's Heart]!"

Di bawah pengaruh magic Roberdyck, Arche berhasil meredakan kepanikan yang mencengkeram dirinya. Seperti seekor rusa yang baru saja lahir, dia bangkit dengan limbung di atas kaki yang gemetaran, dengan menggunakan tongkatnya sebagai penopang.

"-Semuanya, kita harus lari sekarang! Itu bukanlah makhluk yang bisa dikalahkan oleh manusia! Itu adalah monster yang bukan main!"

"Aku mengerti, Arche!"

"Yeah, aku tau. Ketika dia melepaskan cincin itu, seluruh dunia seakan berubah. Aku merasa merinding di sekujur tubuh."

"Ya. kata kuat tidak sedikitpun mendekati pengertian dari monster ini."

Level bahaya dari tiga orang itu sudah mencapai puncak. Mereka menatap Ainz dengan luka saraf yang bahkan lebih ketat dari sebelumnya. Ekspresi mereka sangat memahami bahkan hanya dengan kehilangan kewaspadaan sedikit saja bisa merenggut nyawa mereka.

"Kelihatannya mereka tidak akan membiarkan kita lari."

"Saat kita menunjukkan punggung, kita akan mati. Meskipun aku merasa hanya dengan mengalihkan tatapan mata kita saja sudah cukup."

"Kita harus mengulur waktu atau kita tidak akan bisa."

"...Tidak datang?"

Tentu saja, Hekkeran tidak akan terpancing dengan Ainz, yang dengan malas menggaruk tengkoraknya dengan satu jari yang panjang. Kekuatan tempur lawan sangat jauh melebihi daripada makhluk-makhluk yang pernah mereka temui. Itu artiya mereka hanya bisa mengandalkan satu hal.

Ketika Ainz mulai merapalkan mantra - seorang magic caster berada dalam keadaan yang paling rapuh ketika memulai rapalan mantra. Jika dia menggunakan mantra tanpa diucapkan, maka permainannya dimulai, namun meskipun begitu, itu adalah peluang yang sangat kecil yang ada untuk mereka.

Seakan menarik busur yang kencang, Hekkeran mengumpulkan kekuatannya dari dalam dirinya.

"Kalau begitu aku akan pergi [Touch of Undead]."

"Magic macam apa itu? Arche!"

"Entahlah! Aku tak pernah mendengarnya sebelum ini!"

Kabut hitam yang menyelimuti tangan kanan Ainz adalah magic yang tidak diketahui sehingga membuat mereka semua waspada. Hekkeran menguatkan kakinya, bersiap menghindar setiap saat. Rekan-rekan yang ada di belakangnya juga sangat waspada terhadap serangan dengan efek area luas, dan mulai melamun.

Sebagai gantinya, Ainz mulai berjalan ke arah mereka.

Mata Hekkeran semakin melebar. Itu adalah metode gerakan yang benar-benar lengah dan tanpa pertahanan. Itu bukanlah gerakan dari seorang pria yang merupakan warrior yang mumpuni. Dia tahu jika itu adalah sebuah jebakan, namun dia tidak tahu apa yang diincar oleh Ainz.

Apakah dia mencoba menggunakan magic untuk sesuatu .... atau apakah itu adalah mantra dengan tipe jarak dekat? Atau apakah itu adalah tipe bertahan?

Hekkeran familiar dengan mantra-mantra yang lebih terkenal, namun Hekkeran bukan seorang mage, dan tidak bisa mengerti niat Ainz.

"Minggir!"

Tangisan marah Imina menusuk udara, seakan anak panah baru saja meluncur ke arah Ainz.

Dengan menggunakan teknik yang spesial, dia telah meluncurkan tiga anak panah sekaligus, namun Ainz dengan cekatan menjatuhkan semuanya dari udara dengan tangan yang tinggal tulang.

"...Kamulah yang menghalangi."

Itu adalah sebuah suara yang kecil namun dingin.

Kobaran merah di dalam lubang mata kosong itu berkedip, namun hanya Hekkeran, yang berada di depanlah yang mempelajari setiap gerakan Ainz, yang menyadarinya.

Saat perasaan perasaan tidak enak menyerang, tubuh Ainz menghilang.

Hekkeran berputar, mempercayai nalurinya. Di dalam matanya, dia melihat wajah terkejut dari rekan-rekannya. Namun, tidak ada waktu lagi menjelaskan. Terutama kepada Imina. Ainz sedang berdiri di belakang Imina, perlahan mengulurkan tangannya ke arah Imina.

Imina! Dia tidak sadar! Aku harus - tidak, ini bukan waktunya untuk bertindak percuma seperti itu!

Saat Hekkeran menggunakan martial art untuk bergerak dengan kecepatan penuh ke arah Imina, sebuah detak kebingungan mengalir pada Hekkeran.

Apakah bijak melindungi Imina?

Dibandingkan dengan Arche dan Roberdyck, yang bisa menggunakan mantra pendukung untuk memperkuat orang-orang, Imina yang tidak berguna dan tingkat kepentingannya relatif rendah. Cara terbaik adalah meningkat tingkat rata-rata peluang selamat mereka adalah dengan membuang balok kayu yang jatuh ke kaki mereka.

Namun-

Sialan!

Ini adalah hal yang salah dari seorang pemimpin yang dilakukan. Meskipun ini setara dengan mengkhianati rekan-rekannya, Hekkeran tidak memperlambat kakinya sama sekali. Emosi yang mengalahkan nalar dalam masalah ini.

Dia ingin menyelamatkan Imina. Hanya itu.

Sebuah gambaran Imina yang tidur di tempat tidurnya muncul di dalam mata hatinya. Hekkeran tersenyum pahit kepada dirinya, karena di dalam situasi hidup dan mati, yang hanya bisa dia pikirkan tentang Imina adalah tubuhnya yang tak punya lekukan yang menarik.

Meskipun begitu - Hekkeran bahkan memberikan kekuatan lebih banyak kepada kakinya.

Ini adalah kekuatan dari seorang pria yang ingin melindungi wanitanya.

"Minggir!"

Serangan tiba-tiba dari Hekkeran membuat kebingungan, lalu membuat celah. Sebelum Ainz bisa menyentuh Imina, dia didorong minggir.

Ainz sudah memutuskan yang mana yang menjadi prioritasnya - mengurangi luka mereka, suara rintihan kecil di kepalanya bilang - pria yang muncul di depannya, atau wanita yang lepas.

"Hey! ini aku, dasar bodoh!"

Hekkeran melanjutkan teriakannya dengan martial art.

Pertama, dia menggunakan 'Limit Breaker'. Ada harga yang harus dibayar, namun bisa meningkatkan jumlah martial art yang bisa dia aktifkan di waktu bersamaan. Selanjutnya adalah teknik yang membuat tubuhnya terasa seperti ada yang dihancurkan di dalam, 'Dull Pain'. Setelah itu 'Physical Boost', 'Iron Fist' dan peningkatan dari 'Twin Blade Strike'.

Serangan terkuatnya yang lahir dari semua ini.

Pedang kembarnya berkilauan.

Hekkeran mengandalkan kenyataan bahwa Ainz terbiasa dengan serangan pedang Hekkeran dari adu pedang sebelumnya, jadi perubahan tiba-tiba pada kecepatan akan membuat bingung indra Ainz dan membuatnya sulit untuk dihindari. Itu adalah perkiraan sebelumnya dari serangan yang akan mengakhiri pertempuran ini dalam sekali pukul.

Ainz tidak bereaksi dengan hal itu.

Kena dia!

Saat Hekkeran membayangkan pedangnya menebas tengkorak tanpa pertahanan itu, sensasi yang mengalir di tangannya jelas sekali bukan perasaan baja yang memotong tulang.

Kebal terhadap tebasan?!

Dia memiliki pengalaman yang sama ketika petualangannya sebagai seorang worker.

Dia kebal baik serangan tebasan dan tusukan? Monster macam apa dia?!

Saat Hekkeran mencoba mundur karena panik, dia merasakan sensasi sedikit es yang menyelimuti dahinya. Itu adalah tangan Ainz. Hekkeran merasa dia kepalanya seperti dijepit oleh catokan, ingin kabur namun tak mampu bergerak.

"Hekkeran!"

"Imina! Dia kebal dengan tebasan!"

Hekkeran mencoba untuk menghindari luka yang perih dan melaporkan apa yang dia pelajari kepada rekannya. Sementara dia digenggam di kepala, Hekkeran merasa seluruh tubuhnya diangkat ke atas. Meskipun dia memukulkan gagang dari pedangnya ke lengan Ainz, genggaman itu di menunjukkan tanda-tanda mengendur.

"Salah, Tak perduli apakah kamu menggunakan tusukan, tebasan atau pukulan benda tumpul - tak ada satupun serangan yang bisa kamu hasilkan yang bisa memberikan satu goresanpun kepadaku."

"..Itu... Apa? Yang benar saja, permainan tipuan macam apa yang kamu mainkan? Itu tidak adil!"

"Dia bohong! Imina, jika itu memang benar, maka tidak ada alasan untuk bertarung sama sekali. Dia pasti memiliki semacam kelemahan!"

"-Aku tidak akan terbujuk oleh hal itu!"

"Memang menyedihkan ketika kamu bahkan tidak bisa mempercayai kebenaran yang tepat berada di depanmu. Aku membayangkan seharusnya kamu sudah menyadari semuanya dari pertempuran jarak dekat, dan percakapan yang kita miliki, jika kalian bukanlah apa-apa melainkan hanya subyek percobaan. Apakah pertempuran kecil tadi memberimu harapan jika kamu memang bisa menang disini? Anggap itu sebagai ampunanku kepadamu di negara yang akan datang."

"Ampunan macam apa itu? Dasar kotoran, dasar bajingan sialan, lepaskan Hekkeran!"

Anak panah tersebut tiba dalam waktu bersamaan dengan suaranya. Namun Ainz hanya tetap tak bergeming, dan luka di dahi Hekkeran terus berlanjut.

"Apa kamu benar-benar ingin melakukan itu? Kamu mungkin bisa mengenai pria ini."

Luka itu membuat Hekkeran dicengkeram teror, teror yang setiap saat akan membuat kepalanya mungkin bisa saja hancur oleh tangan yang sedang menggenggamnya. Meskipun dia sudah berusaha, Ainz tidak bergerak satu milimeterpun. Itu seperti menyerang balok baja - satu-satunya hal yang dilukai oleh Hekkeran ada dirinya sendiri.

"Apakah itu sakit? Jangan khawatir. Aku tidak akan membunuhmu seperti itu. Seorang pencuri kecil menyedihkan sepertimu tidak layak mendapatkan ampunan itu - [Paralysis]."

Tubuh Hekkeran membeku. Tidak, itu bukan membeku, itu adalah lumpuh.

"Hmmm, jika aku menggunakan 'Paralysis', kalau begitu mungkin 'Touch of Undead' percuma saja."

Hekkeran mendengar kalimat itu, namun dia tidak mengerti sama sekali.

Benang dari busur Imina berdesis saat dia mengirimkan aliran terus menerus dari proyektil yang meluncur, namun balasannya hanyalah tawa yang tenang.

"Jadi, seberapa jauh kamu bisa... tidak, silahkan, berusahalah sebanyak yang kamu inginkan. Itu hanya akan memperdalam rasa putus asamu."

Lari.

Bibir Hekkeran tidak bergerak membuat suara yang dia inginkan.

Ini adalah seorang lawan yang tidak bisa mereka hindari hanya dengan lari. Namun melawannya hanyalah tambah bodoh. Ini memang benar terutama ketika penjaga barisan depan sudah dikalahkan, barisan pertempuran akan roboh.

"Kalau begitu, siapa yang akan jadi target selanjutnya? Tentu saja, kalian semua bisa datang sekaligus, tapi itu akan menjadi terlalu membosankan, ya kan?"

Imina berpaling melihat ke arah Hekkeran, yang sedang tergeletak di lantai coliseum.

Dia tidak mati. Tapi dia terlihat seperti itu. Tidak mungkin Imina bisa menyelamatkan Hekkeran dari genggaman monster yang menolak logika yang dikenal sebagai Ainz Ooal Gown. Namun meskipun begitu-

"-Dasar bodoh! Wajarnya, seharusnya kamu tinggalkan saja aku! Dasar bodoh!"

Imina marah.

"Bodoh, bodoh, bodoh, dasar dungu! Kamu idiot!"

"...Mengarahkan cacian kepada seorang pria yang dengan gagahnya mempertaruhkan hidupnya melindungi rekan-rekannya hanya akan membuat marah tahu."

Itu adalah statemen yang menunjukkan pemahaman yang benar-benar kurang terhadap perasaan Imina. Sekali lagi, lawan mereka adalah seorang monster; mencoba membuatnya mengerti emosi manusia adalah hal yang mustahil.

"Aku sudah tahu itu! Aku tidak layak menjadi pemimpin hebat!"

Imina menghirup nafas.

"Tapi tetap saja! Kamu tetap seorang idiot! Mengandalkan emosimu saja seperti itu!"

"...Apa?"

Jangan bingung...

Imina berpikir sendiri. Dia mencoba menekan perasaan dari seorang wanita yang ingin menyelamatkan prianya.

Dia harus membuang Hekkeran dan membawa informasi ini kembali. Dia harus mengatakan kepada dunia luar tentang reruntuhan ini, tentang monster menakutkan yang tinggal di dalamnya, dan tergantung bagaimana nantinya, mereka mungkin harus mengumpulkan pasukan hukuman untuk menghadapinya.

-Demon Gods...

Dua ratus tahun yang lalu, Banyak Demon king yang tinggal di benua tandus pasti terlihat seperti itu.

Rasanya seakan dunia yang dia tinggali sudah disentuh oleh mitos dan legenda. Jelas bukan seperti ini, namun sebagian dari dirinya, jauh di lubuk hatinya, bersikeras bahwa ini hanyalah mimpi.

Legenda, huh? Kedengarannya aneh sekali jika disebut seperti itu. Pahlawanlah yang harus melawan seorang monster seperti ini-

Sebuah inspirasi berkelebat.

Begitulah. Yang melawan para demon god adalah Tiga belas pahlawan - mereka adalah para pahlawan. Kalau begitu, satu-satunya orang yang bisa melawan Ainz juga adalah seorang pahlawan.

"Kembalikan Hekkeran! Jika kami tidak kembali dalam waktu tertentu, manusia terkuat di dunia ini akan memaksa masuk ke dalam makam ini! Jika kami bisa kembali tanpa luka, kalian bisa menggunakan kami untuk bernegosiasi!"

"Apa ini, kebohongan lagi?"

Ainz menghela nafas, sebuah suara haah samar. Keringat mengalir deras di alias Imina, itu memang asli.

"Tidak, aku tidak bohong."

"-Albedo. Apakah ada orang lain yang bisa dianggap kuat di permukaan?"

"Tidak ada, saya yakin dia hanya bicara kebohongan yang tidak ada artinya."

"Itu bukan kebohongan!"

Gadis di belakang Imina berteriak.

"Petualang adamantite Momon dari 'Darkness' ada disana! Dia adalah warrior terhebat dari mereka semua! Dia lebih kuat darimu!"

Untuk pertama kalinya, Albedo terlihat gelisah. Dia melihat ke arah Ainz, kepanikan tertulis di wajahnya, dan merendahkan kepalanya kepada Ainz.

"Ma-Maafan saya! Memang ada makhluk seperti itu! Mo-Mohon, maafkan saya!"

"Mmmm... ah, ya, aku bahkan tidak menyadarinya, Albedo. Momon dari 'Darkness', hmm. Tentang dia... lupakan saja, itu tidak penting. Dia tidak bisa mengalahkanku."

Ainz bersikap seperti demon king hingga sekarang, namun cara dia menjatuhkan bahunya barusan menandakan jika ada yang disembunyikan. Sebenarnya apa yang sedang dia sembunyikan, tak ada yang tahu.

"Momon itu kuat! Lebih kuat darimu!"

"..Ah, yah, itu sulit untuk dijadikan dasar untuk negosiasi, Menyerahlah."

Ainz melambaikan tangannya dengan malas untuk mengalihkan topik.

"Kalau begitu sekarnag, Akankah kita mulai lagi?"

Waktunya percakapan kosong sudah selesai.

"Arche! Larilah!"

Roberdyck berteriak, dan Imina setuju.

"Ya, larilah!"

"Lihatlan ke atas! Ini mungkin ada di luar! Jika kamu terbang, ada peluang kamu bisa kabur! Larilah, meskipun hanya kamu! Kami akan mencoba mengulur waktu untukmu, semenit, tidak, sepuluh detik!"

"Wah itu baru ide yang menarik. Aura, bukalah pintu keluarnya. Aku akan hibur mereka."

"Saya mengerti!"

Ainz menunjuk ke arah tempat Roberdyck masuk. Aura melompat, dasar sepatunya berkilauan, dan tubuhnya menghilang.

"Kalau begitu sekarang, Aura sudah membuka gerbangnya. Silahkan saja kabur. Tinggalkan rekan-rekanmu. Siapa yang ingin lari sekali lagi?"

Ainz mengulurkan tangannya. Wajahnya yang hanya tulang belulang tidak bisa menunjukkan ekspresi apapun, namun dari isyaratnya, cukup jelas. Jika dia memiliki daging, pasti sudah berubah menjadi senyuman kejam. Itu akan menjadi sebuah senyum yang sangat menantikan rekan-rekan ini jatuh ke dalam pertikaian di dalam kelompok.

Para worker berbeda dari para petualang; mereka membentuk kelompok-kelompok berdasarkan kekuatan uang dan manfaat hubungan, dan di dalam situasi seperti ini, peluang mereka lari sangat tinggi. Namun, Foresight berbeda.

"Arche, larilah sekarang!"

"Ya, larilah," Imina tersenyum. "Kamu masih memiliki saudari, ya kan? Tinggalkan kami dan pergilah. Itulah yang seharusnya kamu lakukan!"

"Bagaimana bisa aku? Ini jelas-jelas adalah salahku!"

Melihat Ainz yang tidak berniat memaksa menyerang, Roberdyck berjalan ke arah Arche, lalu mengambil sebuah kantung kulit kecil yang dia pegang.

"Tidak apa. Kami akan mengalahkan monster Ainz itu lalu segera datang kepadamu."

"Ketika itu terjadi, kamu harus menraktir kami minum."

Imina juga menarik sebuah kantung kulit kecil dari yang dia pegang.

"Kalau begitu pergilah, gunakan uang yang aku tinggalkan di penginapan itu sesukamu."

"Milikku juga."

"...Aku akan menantikan itu. Kalau begitu, aku akan pergi dulu."

Tentu saja, tak ada satupun dari mereka bertiga yang benar-benar mempercayainya.

Mengalahkan makhluk yang disebut Ainz, yang kekuatannya jauh diluar dari yang mereka bayangkan, adalah sesuatu yang bahkan tidak bisa mereka harapkan. Arche tahu ini adalah perpisahan mereka yang terakhir dan dia menahan air matanya saat dia merapalkan mantranya.

"Ada monster di langit yang mungkin masih akan tetap menangkapmu meskipun kamu lari..."

"-[Flight]!"

Mengabaikan peringatan Ainz, mantra Arche menjadi aktif. Dia melihat ke arah rekan-rekannya satu kali untuk yang terakhir, lalu terbang ke udara tanpa berkata apapun.

"...Ah, begitukah nantinya, yah, memang kurang melelahkan daripada lari," Ainz berkata dengan cara yang biasa.

"Namun, Memang luar biasa kamu memutuskannya tanpa saling berkelahi. Aku kira aku akan melihat dirimu sebenarnya yang menjijikkan muncul disini."

"Kamu takkan pernah mengerti. Itu karena kami adalah rekan."

"Memang benar. Mati untuk melindungi seorang rekan bukanlah hal yang buruk - "

Sebuah kelebatan bayangan muncul di kepala Imina.

"-Apakah rekan-rekanmu itu adalah teman-teman yang kamu bicarakan?"

"Muuuu!"

"Rekan-rekanmu pasti adalah individu yang luar biasa, ya kan? Kalau begitu hubungan kami sedekat mereka, dan dirimu."

"Benar sekali."

Suasana keji menghilang seakan tak pernah ada, dan Ainz melanutkan dengan nada yang tenang.

"Tak ada kasih yang lebih besar dari ini; menyerahkan nyawa seseorang untuk nyawa temannya - begitulah yang ditulis di dalam Injil Markus."

"...Tidak apa meskipun kami mati. Namun, demi ikatan yang kami miliki, yang dimiliki oleh dirimu, dan rekan-rekanmu yang luar biasa itu, tolong lepaskan dia."

"Mm..."

Ainz ragu-ragu untuk beberapa detik, lalu menggelengkan kepalanya.

"Tidak ada ampunan bagi para pencuri seperti kalian. Yang menunggu hanyalah penderitaan demi penderitaan demi penderitaan, diikuti dengan kematian. Tapi demi nyawa yang rela kamu buang untuk temanmu, kamu boleh ucapkan selamat tinggal kepadanya. Shalltear."

Ainz secara sembarangan menunjukkan punggungnya kepada mereka, lalu memanggil ke arah kotak VIP. Tidak ada kemungkinan dia akan terluka, dan itu menunjukkan sikapnya.

Tidak, begitulah kenyataannya. Tidak ada serangan yang bisa mereka gunakan dan berhasil. Ini hanyalah fantasi setelah memahami kebenaran. Dua orang itu tidak memiliki metode yang bisa melukai monster yang disebut Ainz. Karena hal ini, mereka bisa dengan tenang mengalihkan kepala mereka. Setidaknya, mereka harus mengulur waktu bagi Arche agar bisa kabur.

Meskipun mereka tidak punya kartu untuk dimainkan, mereka masih harus melakukannya. Imina dan Roberdyck saling bertukar pandang, lalu mengangguk.

Di lain pihak, sebuah suara seorang gadis datang dari kotak VIP merespon suara Ainz.

Dia adalah seorang gadis manusia dengan rambut yang berkilauan seperti platinum. Meskipun dua orang itu dipenuhi kemarahan, mereka tidak bisa mencegah terperangah oleh kecantikan itu, mata mereka tertarik oleh gadis yang memilikinya.

Tiba-tiba saja, gadis cantik itu mengubah garis pandangannya melihat ke arah mereka berdua. Matanya merah memikat. Imina merasa seakan hati mereka diremas. Mirip dengan Roberdyck, dia kesulitan bernafas dengan tekanan di dadanya.

Meskipun mata gadis itu sudah berpaling, Imina masih merasa sepertinya dia bisa bergerak dengan bebas.

"Shalltear, ajari anak itu arti dari teror. Ajari dia jurang pemisah antara kepingan harapan untuk bisa kabur yang dia pegang dengan erat, dan kenyataan yang tak bisa lepas yang menunggu semua yang berani menyerang Great Tomb of Nazarick. Setelah itu, jangan membuat dia kesakitan, tapi bunuh dia dengan ampunan yang paling tulus dan dalam."

"Saya mengerti, Ainz-sama."

Gadis itu - Shalltear - tersenyum kepada Ainz. Namun, ketika Imina melihat senyum itu dari samping, sebuah hawa dingin mengalir ke tulang belakangnya. Nalurinya yang berkata bahwa ini adalah monster yang ditutupi oleh kulit yang sangat cantik.

"Silahkan nikmati perburuannya."

"Itu adalah niat saya."

Shalltear membungkuk dalam-dalam kepada Ainz sebelum berangkat. Setiap langkah yang dia ambil adalah semakin mendekati akhir hidup Arche, namun meskipun Imina tahu hal itu di pikirannya, tidak ada yang bisa dia lakukan dengan hal itu. Imina dan Roberdyck tak mampu bergerak.

Shalltear berjalan melewati mereka tanpa menunjukkan tanda-tanda menghiraukan mereka, tanpa sedikitpun memperhatikan mereka. Mungkin Foresight bisa langsung memperpendek jarak antara mereka dan Shalltear jika mereka berlari mengejarnya, namun dia terlihat seakan jauh sekali.

"Apa ini? masih tidak mau datang? Jika kalian punya waktu untuk bicara, kalian punya waktu untuk bertarung... Tidak kuduga betapa terhormatnya kalian."

Ainz sedang tidak meremehkan Imina. Sikap yang peka dari Ainz memang tulus. Merespon hal itu, Semangat bertarung Imina entah bagaimana mulai kembali.

"Tunggu! Satu pertanyaan, tolong! Apa yang terjadi disini, dimana ampunan itu?"

"Seorang priest... kalau begitu, aku akan katakan padamu. Di dalam Nazarick, sebuah kematian tanpa penderitaan lebih lama adalah ampunan yang cukup."

Keheningan jatuh ke arah mereka. Mereka tidak lagi melakukan percakapan dengan kata-kata, namun dengan senjata.

"Ayo, Rob!"

"Ya! Ohhhhh!"

Dengan teriakan perang yang tidak berkarakter, Roberdyck yang maju menyerang mengayunkan senjata morningstar miliknya ke wajah Ainz. Itu adalah sebuah serangan dengan kekuatan penuh. Tempat karena dia mengira Ainz tidak akan menghindarinyalah maka dia meletakkan seluruh tenaganya kepada serangan itu.

Meskipun Ainz menerima serangan dengan seluruh kekuatan Roberdyck, dia tidak bereaksi dengan kesakitan seperti yang diduga. Roberdyck melanjutkan serangannya, mengulurkan tangan kosongnya.

"[Cure Moderate Wounds]!"

Mantra healing tersebut ditujukan kepada Ainz. Ketika magic dengan tipe healing terbuka, undead akan menerima damage malahan. Namun, seperti serangan mantra yang dirapalkan oleh Arche tadi, mantra itu pun hilang tak berguna menabrak dinding yang tak terlihat.

"Ahhhh!"

Imina mengetatkan tali busurnya saat dia berteriak. Lalu - dia melepaskannya. Meskipun Roberdyck berada di sebelah Ainz, dia bukan orang yang cukup buruk sehingga serangan itu akan mengenai Roberdyck. Namun, dalam jarak ini, tidak mungkin dia bisa luput.

Namun - anak panah itu mengenai Ainz, lalu terjatuh ke tanah tanpa memberikan damage apapun sama sekali.

Ainz menghilang.

Itu adalah taktik yang sama seperti sebelumnya.

"Teleportation!"

"Kurang tepat."

Seperti yang diduga, suara itu datang dari belakang.

"Aku-"

Sebelum Roberdyck bisa menyelesaikannya, tangan Ainz dengan lembut bersandar di bahu Imina. Tidak ada sedikitpun permusuhan dalam isyarat tangan itu.

Namun, sentuhan itu memiliki efek yang terlihat. Seluruh kekuatan di tubuhnya lenyap, dan Imina hanya bisa jatuh merosot ke tanah. Meskipun otak Imina berfungsi penuh dan sadar, tubuhnya serasa seperti genangan lendir yang mati rasa dan terdiam.

"Apa yang kamu lakukan kepadanya?"

Roberdyck bertanya dengan suara gemetaran, saat matanya berpaling dari Imina kepada Ainz, yang berdiri di sampingnya.

"Apakah itu mengejutkan? Itu bukanlah hal yang spesial."

Ainz meneruskan penjelasannya dengan cara seperti itu seakan menghancurkan semangat Roberdyck.

"Hampir sama dengan yang tadi. Setelah merapalkan mantra dengan lirih 'Time Stop' (Menghentikan Waktu) Aku bergerak kesini dan merapalkan mantra yang sama seperti yang kugunakan pada pria itu, 'Touch of Undead'. Lalu, aku menyentuhnya."

Perasaan hening seakan ada jarak diantara mereka telah membeku. Suara Roberdyck yang menelan ludah benar-benar keras sebagai perbandingannya.

"..Dia menghentikan waktu..."

"Oh ya. persiapan untuk mantra anti 'Time Stop' juga penting, mengerti? kamu akan memilikinya ketika kamu sudah berada pada level 70. Oh ya, kamu akan mati disini, jadi bagimu, ini murni pengetahuan saja."

Roberdyck mengeretakkan gigi-giginya.

Dia berbohong. Jika saja dia bisa berkata seperti itu. Jika saja dia bisa menolak semua yang dikatakan oleh monster ini - dewa ini. Akan lebih baik jika dia jatuh kepada lututnya dan mengapit telinganya untuk mencegah ucapan itu keluar.

Dia mengerti jika Ainz memang sangat kuat.

Namun, meskipun dengan pertimbangan tersebut, menghentikan waktu dan semacamnya adalah sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia ini.

Gerakan waktu adalah sebuah aliran yang tidak bisa dikuasai atau dikendalikan oleh manusia. Apa yang bisa dia lakukan melawan musuh yang mampu melakukan hal semacam itu? Memotong seluruh pohon dengan sebuah pedang adalah tujuan yang lebih mudah jika dibandingkan.

Ainz Ooal Gown. Dia adalah makhluk yang tidak bisa dikalahkan oleh ras manusia. Dia adalah seorang pria yang berdiri di Puncak Suci.

Roberdyck menggenggam senjatanya di kedua tangan-

-dan dia merasakan tepukan ringan di bahunya.

"Ah..."

Tubuh Roberdyck berhenti bergerak. Dia tidak perlu melihat untuk bisa tahu siapa yang telah melakukannya. Itu adalah Ainz Ooal Gown - makhluk seperti dewa yang bisa mengendalikan aliran waktu - yang seharusnya berdiri di depannya. Kapan dia hilang dari pandangannya?

Hawa dingin yang mengalir kepadanya membuatnya terasa seakan dia telah berubah menjadi pahatan es. Oleh karena itu, setiap perasaan dan kebebasan telah direnggut dari tubuhnya.

"-Memang percuma, ya kan?"

Begitulah ucapan dengan suara lembut yang tidak membawa sedikitpun jejak permusuhan kepada Roberdyck. Mace yang dia pegang terjatuh dari jari-jarinya yang sudah tidak bertenaga, ke tanah-

Lalu, Ainz bergumam saat dia melihat ke arah Roberdyck yang sudah kehilangan semangat bertarung.

"Yah, usaha yang sia-sia. Aku kira mungkin aku bisa berkeringat."

Benar-benar percuma. Setiap taktik dan trik yang dia coba tidak bisa dilakukan bahkan hanya untuk sedikit saja damage kepada Ainz.

Roberdyck yang kalah telak melihat Ainz dengan diam, lalu perlahan bertanya kepadanya.

"Aku ingin tanya. Apa jadinya kami setelah ini?"

"Mm? Apakah karena kamu adalah divine magic caster dan kamu mengira kamu tidak akan berakhir dengan keadaan yang sama dengan mereka berdua?"

Dengan itu sebagai alasan, Ainz mulai penjelasannya.

"Kalau begitu, mereka berdua. Aura, bawa mereka ke gua besar. Gashokukochuuou bilang dia sudah kehabisan sarang."

Telinga dark elf itu bergerak, lalu matanya melebar.

"Ai-Ainz-sama! Mare! Aku bisa menyuruh Mare untuk pergi sebagai gantinya, ya kan? Membuatnya pergi kesana sebagai gantinya!"

"Oh, hm. Tidak masalah bagiku."

"Saya mengerti! Saya akan memberitahu Mare untuk pergi malahan."

"Untuk itu, aku minta maaf. Tidak ada nasib baik yang akan dihadapi oleh mereka. Sedangkan untukmu - bawahan yang kukirim untuk melakukan pengejaran juga seorang divine magic caster, namun dewa yang dia percayai benar-benar berbeda dari dewa-dewa yang kalian sembah. Ketika sudah waktunya, aku tidak tahu siapa empat dewa yang kalian sembah itu. Oleh karena itu, aku harus memastikan detil mereka. Sebagai bawahan mereka, kamu memiliki nama-nama mereka, namun apakah mereka adalah Empat Dewa atau Enam Dewa, nama-nama ini bukan apa-apa melainkan hanya gelar pekerjaan, seperti Dewa Api, Dewa Bumi, begitukah?"

"Itu, aku tidak tahu dengan hal itu."

"Oh begitu... jadi mereka bukan makhluk paling unggul yang memiliki kekuatan misterius, mereka tidak lebih dengan manusia-manusia hebat di masa lalu yang disucikan-"

"-bagaimana mungkin seperti itu?!"

"Baiklah, dengarkan. Ini hanyalah teoriku. Tapi jika memang begitu, jika kamu memang meminjam kekuatan dari dewa-dewa tersebut untuk bisa membuat magic milikmu bisa bekerja, bisakah orang mati memberikannya kepadamu? Ataukah, apakah dewa itu? Apakah mereka ada? Apakah kamu benar-benar menggunakan kekuatan dari para dewa?"

"..Apa yang coba kamu katakan?"

"..Apakah kamu pernah melihat dewamu?"

"Dewaku selalu ada disisiku!"

"Itu artinya, kamu tak pernah benar-benar melihatnya secara langsung, ya kan?"

"Tidak! ketika kami menggunakan mantra kami, kami merasakan kehadiran Yang Kuasa. Itulah dewa kami!"

"..Dan siapa yang mengatakan jika kehadiran itu adalah dewa? Dewa itu sendiri? Atau seseorang yang menggunakan kekuatan lain?"

Roberdyck mengingat lagi debat teologi yang dia ambil. Tidak ada jawaban yang jelas untuk pertanyaan Ainz. Hingga sekarang, para priest masih memperdebatkan dengan panas tentang apakah itu adalah bukti dari keberadaan Dewa.

Saat Roberdyck akan bicara, Ainz menyelanya.

"...Baiklah, anggap saja makhluk dimensi super ini - yang mana secara umum kita berikan istilah para dewa untuk tujuan tersebut - memang ada, aku penasaran jika itu artinya mereka memang pada asalnya entitas yang tak berwarna. Secara sederhana, mereka adalah sebuah gumpalan kekuatan. Karena menarik kekuatan mereka akan membuat warna mereka berbeda dan mengubah sesuatu... yah, mereka memang ada di dalam dunia dengan hukum magic, aku hanya ingin ada seseorang untuk diajak berbicara tentang hal ini. Tidak lucu jika memang benar-benar ada para dewa."

"..."

"Maafkan aku. Itu adalah di luar topik. Kekuatan dari dewa yang kalian percayai. Kurasa kita takkan bisa mempelajarinya... jadi apakah kamu ingin ambil bagian di dalam percobaan manusia?"

"..percobaan manusia?"

"Benar sekali. Contohnya, ketika kami mengubah ingatanmu jadi dewa yang kamu percayai adalah orang lain, apa yang terjadi setelah itu?"

Dia sudah gila. Itulah pemikiran Roberdyck yang paling dalam dan paling tulus dengan situasi ini.

Tidak, dia adalah seorang undead. Bukan hal aneh apapun yang dia lakukan.

Ainz mundur satu langkah, melihat dengan ketertarikan yang dalam kepada Roberdyck. Tatapan itu seperti cara seorang pelajar yang akan mengamati binatang laboratoriumnya, dan itu membuat Roberdyck ingin muntah.

"Mengapa, mengapa kamu ingin melakukannya?"

"Untuk membuktikan bahwa dewa itu memang ada... eh, aku takkan repot-repot dengan lelucon itu. Sebenarnya, aku ingin menjadi lebih kuat dengan memahami sifat alami dari kekuatan itu. Dan jika makhluk-makhluk yang kamu panggil dewa itu benar-benar ada, aku ingin tahu jika mereka memiliki emosi atau pemikiran. Aku ingin memastikan hal itu. Sedangkan untukku, aku tak pernah menganggap diriku sebagai makhluk terpilih. Sejujurnya, ada banyak yang lainnya seperti itu."

Roberdyck benar-benar tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Ainz.

"Oleh karena itu, memperluas persiapan militer adalah hal yang penting. Tentu saja, mungkin saja lawan tidak ada, atau jika memang mereka ada, tak ada satupun dari mereka yang sekuat kami. Namun, bukankah kamu setuju jika pemimpin sebuah organisasi tidak boleh seceroboh itu? Lagipula, Jika kami puas dengan kemenangan kami, maka kaki kami kelihatannya akan dipotong dari bawah kami ketika kami tidak menduganya. Memastikan keberadaan para dewa adalah salah satu bagian dari itu."

Ainz mengangkat bahu saat dia menyelesaikannya.

19 komentar:

robert whittaker mengatakan...

Mksh gaaan, jdi smangat tiap 2 HR sklii..

Fian mengatakan...

Lanjut min, klo bisa sampek vol 9 ++

Meio Rafli mengatakan...

Lanjut min

Meio Rafli mengatakan...

Lanjut min

Unknown mengatakan...

Mana nih part 2 nya

robert whittaker mengatakan...

Part 2 nya tolong gan

Unknown mengatakan...

bersabar buat part 2, harinya update gan
kalo ga bisa hari ini tolong dikabari :3

Ramiris mengatakan...

Mantap

FerryLacus mengatakan...

Min part 2, 3, 4 gk ada ,apa masih belom uptadet

Ciggy Shiggy mengatakan...

@Ferry Khan : ada kok semuanya. Memangnya situ ngeklik yang mana kok bisa nggak ada?

Anonim mengatakan...

gambarnya krg gede

Wahid mengatakan...

Semangat gan

Unknown mengatakan...

Min tolong perbaiki Page Ch. 4 Bagian 2,3,4 Page doesnt Exist

Anonim mengatakan...

Yg part 2,3,4 kok ga bisa

Unknown mengatakan...

Chapter 4 part 2,3,4 does not exits. Please fix it

Akira mengatakan...

So sad for worked,dan iya juga ya,gimana bentuk para dewa di situh

Muhammad Fiqri Hidayatullah mengatakan...

Overlord part 2 http://cybershnote.blogspot.com/2016/05/overlord-vol-7-chapter-4-part-2.html

Overlord part 3 http://cybershnote.blogspot.com/2016/05/overlord-vol-7-chapter-4-part-3.html

Overlord part 4 http://cybershnote.blogspot.com/2016/05/overlord-vol-7-chapter-4-part-4.html

Kuhaku mengatakan...

Mau kabur?padahal masi di bawah tanah ,,wkwk

Unknown mengatakan...

ainz lebih cocok disebut dewa kematian