Cybersh Note

Fans Translasi Novel-Novel Asia

21 Februari, 2016

Overlord - Vol 5 - Prolog

Volume 5 : The Men in Kingdom

Prolog

Bulan Api Bawah (Bulan ke-9), Hari ke 1, 14:15

Dia mengangkat wajahnya dan melihat awan yang gelap menutupi langit mengucurkan sebuah kabut hujan. Melihat dunia abu-abu menyebar di depan matanya, Warrior Gazef Stronoff membuat suara klik dengan lidahnya.

Jika saja dia pergi sedikit lebih awal, mungkin dia bisa menghindari hujan ini.

Meskipun dia memeriksa langit-langit yang cerah, awan yang tebal benar-benar membungkus Re-Estize, Ibukota Kingdom dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda meskipun dia menunggu.

Memutuskan untuk mengabaikan gagasan menunggu hujan di dalam istana, dia menurunkan tudung yang menempel pada mantelnya dan melangkahkan kaki ke bawah hujan yang turun dengan deras.

Dia melewati penjaga gerbang istana dalam sekejap dan menuju ke tengah ibukota.

Biasanya, tempat itu akan dipenuhi dengan kehidupan, tapi aktifitas bising yang biasanya ada disana sekarang tak terlihat dimanapun. Malahan, digantikan dengan sedikit orang-orang yang bergerak kesana kemari, berhati-hati agar tidak terpeleset di permukaan yang basah.


Melihat keadaan sekitar yang kosong, dia bisa menebak berapa lama hujan ini sudah turun hingga sekarang.

Mau bagaimana lagi. Pergi sejak awal tidak ada bedanya.

Dengan mantel yang semakin berat karena air, dia melewati pejalan kaki lainnya tanpa banyak bicara. Meskipun jaketnya mampu dipakai sebagai jas hujan, sensasi basah masih tetap menempel di punggungnya membuatnya tidak nyaman. Gazef mempercepat langkah menuju rumahnya.

Saat rumahnya semakin dekat, kenyataan bahwa dia akan segera terbebas dari mantel yang basah kuyup membuatnya menghela nafas. Tiba-tiba, perasaannya tertarik melihat ke arah samping. Pandangannya dibayangi oleh tudung tipis, jalanan sempit membelok ke sampingnya. Disana, terlihat seperti tidak perduli dengan tubuhnya yang basah kuyup, terdapat seorang pria yang menjatuhkan diri di sisi jalan.

Terlihat seperti mengecat rambutnya, potongan-potongan rambutnya yang alami bisa terlihat di seluruh kepalanya. Rambutnya basah dan menempel di dahi, meneteskan tetesan-tetesan air dari rambut ikalnya. Wajahnya sedikit menunduk ke bawah dan tersembunyi dari pandangan.

Alasan mengapa Gazef menghentikan matanya ke arah pria itu bukan karena merasa aneh ada orang yang ada di luar tanpa mantel yang benar di dalam hujan ini. Tapi lebih kepada dia merasa sesuatu yang terasa aneh. Matanya tertancap terutama ke arah lengan kanan pria tersebut.

Seperti seorang anak yang menggandeng lengan mamanya, pria itu membawa sebuah senjata yang tidak cocok dengan penampilannya yang kusut. Itu adalah senjata yang sangat langka yang disebut sebagai 'katana', dibuat di kota yang terletak di gurun jauh di selatan.

Dia sedang menggenggam sebuah katana... Seorang pencuri..? Tidak. Perasaan yang didapatkan darinya ini berbeda. Apakah aku merasa lega melihatnya?

Gazef merasa ada yang aneh, seperti mantel dengan kancing yang tidak cocok.

Dengan kaki yang terbenam, Gazef menatap dengan teliti profil pria itu. Saat itu, ingatannya muncul seperti gelombang yang bergejolak.

"Apakah itu kamu... Unglaus?"

Sesaat setelah kaliat tersebut keluar dari mulut Gazef, pikirannya dipenuhi dengan keraguan.

Pria yang dia hadapi pada pertandingan final turnamen istana, Brain Unglaus.

Bahkan sekarang, penampilan pria yang dia hadapi di pertandingan yang hampir saja kalah terpaku di otak Gazef. Sangat mungkin adalah musuh terkuat yang dia hadapi sejak pertama kali dia mengambil pedang dan hidup sebagai seorang warrior - dan meskipun itu adalah satu sisi, itu adalah wajah dari seorang pria yang dia pertimbangkan sebagai rivalnya.

Benar sekali. Profil suram pria itu hampir cocok dengan wajah dari ingatannya.

Namun - itu mustahil.

Tidak diragukan lagi, wajah mereka memang mirip. Meskipun alur waktu telah merubah penampilan, jejak masa lalunya masih terlihat. Tapi pria dari ingatan Gazef tidak memiliki wajah yang menyedihkan seperti itu. Dia adalah seorang pria yang dipenuhi dengan luapan kepercayaan diri dalam teknik berpedangnya dan semangat bertarung yang terbakar liar seperti api. Dia tidak memiliki tampang seperti anjing basah seperti pria di depannya ini.

Dengan suara air terpercik, Gazef berjalan ke arah pria itu.

Seakan merespon suaranya, pria itu pelan-pelan mengangkat wajahnya.

Gazef merasa nafasnya menjadi pendek. Melihat pria di depannya, dia sekarang yakin. Pria ini adalah Brain Unglaus, jenius dalam teknik berpedang.

Namun, cahaya dari masa lalu telah hilang. Brain yang ada di depannya adalah pria yang kalah dengan semangat yang benar-benar hancur.

Brain terhuyung-huyung di kakinya. Gerakan yang tumpul dan lamban ini bukanlah gerakan seorang warrior. Bahkan sulit disebut sebagai gerakan dari seorang prajurit tua. Dengan Mata yang layu, pria itu berputar tanpa berkata apapun, berjalan pergi dengan susah payah.

Saat punggungnya semakin kecil di dalam hujan, Gazef tersambar perasaan tidak enak bahwa jika mereka pisah disini, dia takkan pernah melihatnya lagi. Dia memperpendek jarak diantara mereka sambil berteriak.

"Unglaus! Brain Unglaus!"

Jika pria itu menyangkalnya, dia akan memutuskan bahwa keduanya hanya kebetulan terlihat mirip dan menegur dirinya sendiri. Namun, sebuah suara lirih mengalir ke telinga Gazef.

"..Stronoff."

Itu adalah suara yang tak punya daya sama sekali, yang tak mungkin milik dari Brain dari yang dia ingat pernah bersilangan pedang dulu.

"Apa, apa yang terjadi?"

Terbengong, dia bertanya.

Tentu saja, hidup siapapun bisa menjadi hancur atau jatuh di waktu sulit. Gazef telah melihat banyak contoh dari orang-orang seperti itu. Seorang pria yang selalu memilih jalan yang mudah bisa kehilangan semuanya hanya dalam satu kegagalan.

Tapi apakah dia pria semacam itu? Jenius dalam pedang, Brain Unglaus; benar-benar tidak bisa terpikirkan. Mungkin ini hanya lahir dari sentimen dirinya sendiri karena tidak ingin berharap untuk melihat musuh terkuat di masa lalunya menjadi seperti ini.

Dua orang pria itu bertatap mata.

Bagaimana bisa dia berwajah seperti itu...?

Dengan pipi yang suram, dia memiliki kantung mata di bawah matanya. Matanya sangat pucat dan kehilangan seluruh tenaga. Pria itu seperti mayat.

Tidak, bahkan mayat akan lebih baik dari ini... Unglaus sudah mati berdiri...

"...Stronoff. Aku hancur."

"Apa?"

Dari kalimatnya, hal pertama yang dia lihat adalah katana yang dibawa oleh Brain di tangannya. Tapi dia segera menyadari bukan itu. Apa yang hancur bukanlah katakan, tapi-

"Hey, apakah kita itu kuat?"

Dia tidak bisa berkata ya.

Insiden di desa Carne berkelebat di otak Gazef. Magic Caster misterius, Ainz Ooal Gown; jika dia tidak membantunya, baik dia dan pasukannya akan musnah. Bahkan dengan gelar sebagai yang terkuat di Kingdom, itu semua masih kurang. Dia tidak bisa memanggil dirinya kuat dengan kepala tertegak tinggi.

Dalam diamnya, Brain melanjutkan bicara.

"Lemah. Kita itu lemah. Lagipula, kita hanya manusia. Kita manusia adalah makhluk rendah."

Manusia memang lemah.

Dibanding suatu ras terkuat seperti naga (Dragon), perbedaannya sangat jelas. Manusia tidak memiliki sisik yang keras, cakar yang setajam silet, sayap yang terkepak ke langit, Nafas yang bisa menghancurkan apapun; ini adalah semua yang tidak dimiliki oleh manusia.

Itulah kenapa para warrior memberikan para pembantai naga kehormatan tinggi. Dengan kemampuan mereka yang terlatih, senjata, dan sekutu, ada sebuah keagungan dalam melewati perbedaan yang jauh dan mengalahkan ras seperti itu. Itu adalah keuntungan yang hanya diberikan kepada para warrior yang bisa disebut sebagai "yang terkecuali".

Kalau begitu apakah Brain bertarung melawan naga dan kalah?

Dia mengulurkan tangannya ke tempat yang jauh dari jangkauannya dan gagal; kehilangan keseimbangan dan jatuh berdebum ke tanah.

"...Apa yang kamu katakan. Warrior manapun akan mengerti bahwa kita memang lemah."

Benar sekali. Dia tidak bisa mengerti. Siapapun akan tahu bahwa sebuah dunia kuat memang ada.

Meskipun jika dia disebut yang terkuat oleh negara-negara tetangga, Gazef sangat ragu apakah itu memang benar.

Dunia itu mungkin memang tidak bisa dia lihat, tapi Gazef benar-benar paham akan keberadaannya. Sebuah fakta yang bisa dipertimbangkan sebagai hal yang wajar bagi warrior manapun, apakah Brain benar-benar tidak tahu?

"Ada dunia dimana hanya ada yang kuat. Bukankah kita berlatih agar kita bisa menang melawan musuh seperti itu?"

Dengan harapan suatu hari, mereka akan bisa meraih dunia itu.

Tapi Brain dengan tegas menggelengkan kepala, menyebabkan rambutnya yang basah kuyup melemparkan tetesan-tetesan air ke sekeliling.

"Bukan! Bukan level seperti itu yang aku bicarakan!"

Sebuah teriakan seperti batuk yang mengeluarkan darah.

Pria di depannya tumpang tindih dengan gambaran dari ingatan Gazef. Meskipun tenaganya terlihat diarahkan ke arah yang benar-benar berlawanan ketika dibandingkan dulu, itu adalah semangat yang sama seperti saat mereka beradu pedang.

"Stronoff! Kita takkan pernah bisa meraih dunia dimana mereka yang memiliki kekuatan yang sejati, tak perduli bagaimanapun kerasnya kita mencoba. Selama kita dilahirkan sebagai manusia, ini adalah kebenarannya. Pada akhirnya, kita hanyalah anak-anak yang menggenggam tongkat kayu. Kita bermain dengan pedang sekarang, tapi kita masih seperti anak-anak yang berpura-pura seperti seorang ahli pedang."

Sebuah ekspresi tenang seperti kehilangan seluruh bekas-bekas emosi menatap Gazef.

"...Dengar, Stronoff. Kamu percaya diri dengan pedangmu ya kan? Tapi... itu cuman sampah. Semua yang kamu lakukan hanya menipu dirimu sendiri jika kamu berpikir bahwa kamu telah melindungi orang-orang ini dengan benda tak berguna itu di tanganmu."

"...Apakah puncak yang kamu lihat benar-benar setinggi itu?"

"Aku melihatnya dan menyadari; sebuah ketinggian yang takkan pernah bisa dilalui oleh manusia. Sebenarnya-"

Brain mengeluarkan tawa yang mengejek dirinya sendiri.

"Apa yang kulihat hanya sekilas. Aku teralu lemah untuk melihat puncak yang sebenarnya, tahukah kamu. Itu seperti permainan anak-anak, menggelikan."

"Kalau begitu jika kamu berlatih supaya kamu bisa melihat dunia itu..."

Wajah Brain berubah menjadi marah.

"Kamu tidak tahu apapun! Kamu takkan pernah mencapai level monster itu, tidak dengan hanya tubuh manusiamu. Meskipun jika kamu mengayunkan pedang tanpa akhir, jelas sekali masih bukan apapun!...Tidak beguna. Lalu apa yang aku tuju selama ini?"

Gazef tidak bisa berkata apapun.

Dia telah melihat seseorang yang hatinya telah terluka seperti ini. Seseorang yang hatinya telah hancur karena melihat rekannya tewas di depannya.

Tidak ada caranya untuk menyelamatkan orang seperti itu. dia tidak bisa diselamatkan oleh orang lain. Tanpa sebuah kemauan untuk berdiri dengan kakinya sendiri, segala usaha untuk membantunya hanya akan sia-sia.

"...Unglaus."

"...Stronoff. Kekuatan yang diperoleh dari pedang benar-benar sampah. Percuma saja di depan kekuatan sejati."

Seperti yang diduga, kalimat itu menunjukkan tak ada tanda-tanda dari kejayaan di masa lalu.

"..Aku lega bertemu denganmu pada akhirnya."

Saat Brain memutar badannya dan hendak pergi, Gazef menatapnya dengan mata yang sedih.

Figur yang menyedihkan itu pernah sekali menjadi rivalnya yang terhebat hatinya sekarang compang camping. Gazef tidak lagi bisa menemukan energi untuk bicara padanya. Namun, dia tidak luput dengan kalimat pendek yang dia dengar saat mereka berpisah.

"Sekarang... Aku bisa mati."

"Berhenti! Tunggu, Brain Unglaus!"

Dia berteriak dengan buru-buru ke arah punggung Brain.

Dia berlari ke arah Brain dan memegang bahunya, lalu memutar tubuhnya.

Penampilannya yang terhuyung-huyung tidak lagi memiliki cahaya dari masa lalu. Namun, meskipun kenyataan bahwa Gazef menariknya dengan seluruh tenaga, Postur Brain tidak goyah ataupun roboh. Itu adalah bukti bahwa dia memiliki baik tubuh bagian bawah yang sangat terlatih dan keseimbangan yang menakjubkan.

Gazef merasakan sedikit kelegaan. Pada akhirnya, kemampuannya tidak berkarat.

Ini masih belum terlambat. Dia tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.

"..Apa yang kamu lakukan."

"Ikut denganku ke rumah."

"Lupakan saja. Jangan mencoba untuk menghentikanku... Aku sudah lelah dengan ketakutan. Aku tidak ingin terus-terusan melihat bahuku, yang ketakutan oleh sebuah bayangan. Aku tidak ingin menghadapi realita lagi. Dan tidak kusangkan aku dulu pernah puas dengan sampah di tanganku ini."

Mendengar suara iba Brain, Gazef merasa kejengkelan memuncak di dalam dirinya.

"Diam saja dan ikut aku."

Dan dengan begitu Gazef mulai berjalan sambil menggenggam lengan Brain. Melihat bagaimana Brain mengikuti dengan langkah yang goyah, tanpa ada perlawanan, Gazef merasa tidak nyaman yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Setelah kamu berganti pakaianmu dan makan sesuatu, langsung istirahat."



Bulan Api Pertengahan (Bulan ke-8), Hari ke 26, 13:45

Kingdom Re-Estize dan ibukotanya, Re-Estize.

Sebuah negara dengan total populasi 9 juta, 'kuno' merapakan kata terbaik untuk mendeskripsikan bentuk ibukotanya. Sebuah tepat bersejarah, kehidupan sehari-hari yang tidak berubah, sebuah kota kotor yang bersembunyi dibalik samaran jaman dahulu, sebuah kota yang statis - tempat yang memiliki banyak arti.

Itu adalah sesuatu yang bisa dengan mudah dimengerti hanya dengan sekali jalan-jalan melewati kota.

Disamping dari beberapa rumah-rumah asli di masing-masing sisi, Kekerasan yang nyata dari keadaan sekitar berarti bahwa kesegaran atau kemegahannya kurang. Namun, bagaimana menginterpretasikannya berbeda tergantung individunya. Memang benar, ada mereka yang melihatnya sebagai suasana yang tenang dari tanah yang kaya akan sejarah. Yang lainnya bisa melihatnya sebagai kota yang membosankan, stagnan yang tak berkesudahan.

Terlihat seakan ibukota itu sendiri akan tetap ada seperti ini, meskipun tidak ada yang kebal terhadap perubahan.

Ibukota memiliki banyak jalan yang masih belum dipaving. Karena itu, ketika tempat ini basah karena hujan, mereka akan berubah menjadi lumpur yang memunculkan keraguan apakah ini memang benar-benar di dalam kota. Itu bukan berarti bahwa Kingdom itu miskin. Kalian takkan pernah bisa membandingkan mereka dengan tempat seperti Theocracy atau Empire.

Dengan jalan-jalan yang semakin sempit, orang-orang tidak bejalan di tengah jalan - menghalangi kereta - malahan, mereka berdempetan ke samping dalam sikap yang tidak teratur. Penduduk Kingdom sudah terbiasa dengan kepadatan tersebut dan berjalan seperti ingin mencoba menyelinap melalui celah-celah kecil, dengan pintar menghindari orang lain yang menuju arah yang berlawanan.

Meskipun begitu, jalan yang diambil Sebas berbeda dari jalan biasa sangat lebar dan dipaving dengan kadang-kadang blok-blok bebatuan.

Alasannya sangat jelas dengan satu tatapan di sekitar. Sebagai jalan pusat dari ibukota, rumah-rumah yang berjajar di samping memang besar dan mengagumkan, memancarkan perasaan kekayaan.

Saat Sebas berjalan dengan cepat dan dengan ekspresi bermartabat, diikuti oleh mata-mata dari berbagai macam wanita berusia paruh baya dan gadis-gadis yang terpesona dengan keeleganannya. Meskipun jarang ada wanita yang berani mengirimkan tatapan gerah ke wajahnya, Sebas tidak menghiraukannya. Dengan punggung yang lurus dan mata yang mantap terarah langsung ke depan, kakinya tidak goyah sedikitpun.

Kaki yang terlihat tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti hingga tiba di tujuannya tiba-tiba berhenti dan terfokus perhatiannya ke arah kereta yang sedang mendekat dari samping. Lalu berputar sembilan puluh derajat dan menyeberangi jalan.

Di tempat yang dia tuju ada seorang wanita tua. Dia sedang duduk di samping bingkai besar yang bisa dibawa sambil memijat pergelangan kakinya.

"Apakah ada masalah?"

Terkejut karena tiba-tiba didekati oleh orang asing, wanita tua itu mengangkat wajahnya, menunjukkan sepasang mata yang waspada. Tapi kecurigaan itu langsung menghilang ketika melihat penampilan Sebas dan pakaiannya yang elegan.

"Anda kelihatannya sedang mengalami masalah. Apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Ti..Tidak tuan. Tidak sama sekali."

"Mohon jangan biarkan ini mengganggu anda. Mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan adalah hal yang biasa."

Sebas mengeluarkan senyum yang cerah, membuat wanita tua itu bersemua merah. Senyum tampan dari seorang pria yang penuh dengan kharisma menghancurkan sisa-sisa pertahanannya yang terakhir.

Setelah selesai menjajakan jualannya, wanita tua itu kembali ke rumah ketika pergelangan kakinya terkilir dan akhirnya dia menemukan kesulitan.

Meskipun area sekitar biasanya mempertahankan ketertiban umum, bukan berarti orang-orang yang bepergian disini semuanya adalah penduduk yang mematuhi peraturan. Masih mungkin untuk mendapatkan kesialan dengan menanyakan bantuan kepada orang-orang yang salah dan akhirnya kehilangan baik uang dan barang. Mengetahui insiden semacam itu adalah kenyataan, wanita tua itu tidak bisa sembarangan meminta bantuan tanpa hati-hati sehingga akhirnya tidak bisa apa-apa.

Kalau begitu mudah saja.

"Aku akan menemani anda. Bolehkah saya meminta anda menunjukkan jalan kepada saya?"

"Tuan yang baik, apakah itu tidak apa?!"

"Tentu saja. Hal yang wajar untuk membantu mereka yang sedang membutuhkan."

Sebas memutar badannya ke arah wanita tua yang berterima kasih berkali-kali.

"Kalau begitu silahkan naik."

"I--Itu..."

Wanita tua itu bersuara dengan malu-malu.

"Aku akan mengotori pakaian anda!"

Namun-

Sebas menunjukkan senyum yang ramah.

Memangnya kenapa jika pakaian seseorang menjadi kotor? Hal seperti itu tidak perlu menjadi masalah ketika menolong orang lain.

Dia tiba-tiba teringat teman-temannya di Great Tomb of Nazarick. Ekspresi aneh mereka; wajah cemberut yang jelas menghina. Dan di ujungnya adalah Demiurge. Tapi tak perduli apa yang dia katakan, Sebas sangat yakin bahwa yang dia lakukan adalah hal yang benar.

Menolong orang lain adalah hal yang benar.

Setelah meyakinkan wanita tua itu setelah berkali-kali menolak, dia membawa wanita tua di punggungnya dan mengangkat barang bawaannya dengan satu tangan.

Pemandangan dia mengangkat benda seberat itu tanpa sedikitpun goyah membuat takjub bukan hanya dari wanita tua itu, tapi dari mereka yang ada di sekitarnya.

Dengan wanita tua itu sebagai penunjuk jalan, Sebas mulai berjalan.

8 komentar:

Unknown mengatakan...

haseg vol 5 udah mulai
semangat trus min

Unknown mengatakan...

Wow updatenya cepet amat min....
Semangat min...
D tunggu lanjutannya

Rudy mengatakan...

Semangat min , mantap translatenya

Sawaan mengatakan...

G translate komiknya jga g min

Ciggy Shiggy mengatakan...

@Muham Ardi : Komiknya sudah ada yang translate. Coba cari saja di google banyak kok dari situs-situs baca manga.

Brian Torao mengatakan...

sankyu overlord epilog vol.5

Graha mengatakan...

Lanjut min sampe tamat

Unknown mengatakan...

Sebas karma positiv yg terlahir dari touch me...